Tujuh Mahasiswa AS Belajar Pluralisme di Jatim
Mahasiswa AS: Orang Indonesia Sangat Terbuka

Konsulat AS di Surabaya saat menerima tujuh mahasiswa AS (Antara/Santrinews)
Surabaya – Indonesia dan Amerika Serikat memiliki banyak kesamaan, terutama dalam kamajemukan masyarakatnya. Masyarakat Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar Negara yang melindungi berbagai kemajemukan.
Demikian diungkapkan Kepala Bagian Politik dan Ekonomi Konjen AS di Surabaya, Heather Coble, saat mendampingi Konsul Jenderal AS di Surabaya, Joaquin Monserrate, saat menerima tujuh mahasiswa AS dari Lehigh University dan University of Michigan, Rabu petang, 12 Juni 2013.
Tujuh mahasiswa AS itu datang ke Indonesia untuk belajar pluralisme agama di Jawa Timur dengan mengunjungi pesantren, gereja, klenteng, tempat bersejarah, dan perguruan tinggi.
“Orang Indonesia itu sangat mengagumkan, karena di sini banyak kemajemukan seperti di Amerika,” kata mahasiswa University of Michigan, Alex Leader, seperti dilansir laman Antara.
Bersama enam temannya dari AS, Alex juga didampingi tujuh mahasiswa Indonesia dari Unair, UGM, dan UI. Mereka adalah peserta program ‘U.S.-Indonesia Partnership Program for Study Abroad Capacity’ (USIPP). Program di Indonesia ini dimulai 30 Mei hingga 5 Juli.
Alex mengatakan, sebelum ke Indonesia, dirinya bersama rekan-rekannya sudah banyak belajar tentang negara-negara Asia Tenggara dan Islam, tapi semuanya hanya teori. “Ketika datang di sini, saya melihat sendiri bahwa orang Indonesia itu sangat terbuka, baik, dan ingin belajar tentang orang lain,” katanya.
Ia mengaku suka dengan Surabaya, karena Surabaya itu mirip Los Angeles di kawasan pantai barat. “Beda dengan Jakarta dan Yogyakarta yang mirip New York dan Washington DC di Amerika, saya suka Surabaya,” katanya.
Sementara itu, Konsul Jenderal AS di Surabaya, Joaquin Monserrate, mengatakan program USIPP yang melibatkan dua universitas di Amerika dan tiga universitas di Indonesia (UI, UGM, dan Unair) itu merupakan program saling belajar.
“Mahasiswa Amerika yang datang lebih dulu ke Indonesia dengan didampingi rekan-rekannya dari Indonesia, kemudian berganti dengan mahasiswa Indonesia yang ke Amerika dengan didampingi rekan-rekannya dari Amerika. Jadi, mereka akan saling belajar,” katanya.
Setelah dari Jakarta dan Yogyakarta, katanya, para mahasiswa AS dan Indonesia itu kini mengunjungi Jatim. Mereka mengunjungi Unair (Surabaya), Pesantren Darul Ulum dan Pesantren Tebuireng (Jombang), dan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Selain itu, Gereja Katholik Kepanjen (Malang), Masjid Cheng Hoo (Pandaan/Pasuruan), Klenteng Sanggar Agung Kenjeran dan Museum Seni ‘House of Sampoerna’ (Surabaya). “Di Amerika, mereka juga akan mengunjungi tempat-tempat yang terkait dengan pluralisme,” katanya.
Ia mengharapkan program yang bersifat investasi bagi generasi muda itu akan melahirkan pemuda dari kedua negara yang saling belajar dan di masa depan akan terjalin hubungan yang lebih baik karena dibangun dengan saling memahami.
Hal itu diakui mahasiswi dari Unair, Rizka Khairani. “Dari kunjungan ke Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya tampaknya ada perubahan paradigma dari mahasiswa Amerika tentang Indonesia dan Islam,” katanya.
Perubahan itu antara lain pandangan mereka tentang teroris dan Islam di Indonesia tidak seburuk yang dipahami selama ini. “Mereka menjadi tahu bahwa Islam di Indonesia itu tidak represif dan teroris itu tidak mewakili Islam, tapi perilaku individu,” katanya. (ahay/saif).