Masriyah, Perempuan Pesantren yang Terima Anugerah Trimurti

Nyai Masriyah Amva (santrinews.com/ist)

Jakarta – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menganugerahkan penghargaan S.K. Trimurti 2014 kepada Masriyah Amva, 52 tahun. Perempuan ini merupakan pimpinan Pondok Pesantren Kebon Jambu, Cirebon. Sebuah pondok pesantren yang membimbing lebih dari 1.000 santri.

Juri penghargaan yang terdiri dari Masruchah (Wakil Ketua Komnas Perempuan), Listyowati (Direktur Eksekutif Kalyanamitra), dan Luviana (jurnalis KBR 68H) sepakat memilih Masriyah setelah melalui serangkaian seleksi terhadap belasan kandidat.

Masruchah mengatakan perjuangan Masriyah patut diapresiasi terutama karena kegigihan dan konsistensinya. Apalagi saat ini Indonesia sedang menghadapi gerakan intoleransi dan budaya patriarki.

“Dia sosok yang berusaha mendobrak, melawan, berjuang di tengah lingkungan yang sarat isu agama dan fundamentalisme,” ujar Masruchah di sela-sela penganugerahan penghargaan di Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jumat, 22 Agustus 2014.

Menjadi pimpinan pondok, bukanlah hal yang lazim di kalangan ulama. Dia memimpin pondoknya sepeninggal suaminya. Pondok pesantren tradisionalnya berkembang menjadi pondok modern yang mengembangkan nilai-nilai pluralisme dan kesetaraan gender di kalangan santri dan masyarakat sekitarnya.

Dia pun aktif menuliskan pemikirannya dalam buku-buku dan novel. Hingga saat ini tak kurang 12 buku dan novel telah diterbitkan oleh berbagai penerbit.

“Penghargaan ini anugerah yang tak terkira nilainya. Menjadi modal saya untuk mengumandangkan perjuangan, kesetaraan gender yang lebih luas lagi,” ujar Masriyah.

Dengan penghargaan ini, kata dia, seperti dilansir Tempo, menjadi pendorong untuk lebih maju, berani, percaya diri untuk berjuang menggaungkan kesetaraan gender.

Dari buku-buku dan novel yang ditulisnya, dia menginginkan para para perempuan lebih berdaya, menjadi manusia yang kuat untuk dirinya dan keturunannya. Hal ini berangkat ketika dia sempat terpuruk ketika suaminya meninggal. Dengan segala hambatan dan perjuangan dia bangkit. Hasilnya, pondok pesantrennya makin berkibar.

Buku-buku dan novel yang ditulisnya didasarkan dari pengalamannya dan pemahaman tafsir Al-Quran, hadits, dan kitab kuning yang dipelajarinya. Hampir semuanya menjabarkan tentang pluralisme, kesetaraan gender.

“Allah saja menciptakan umatnya dengan kondisi yang berbeda, mengapa kita tidak bisa menerima perbedaan itu,” ujarnya.

Penghargaan ini diberikan kepada jurnalis atau aktivis perempuan yang berjuang untuk kebebasan berekspresi, kebebasan pers, dan arus informasi. Penghargaan ini diberikan setiap tahun sejak 2008.

Penghargaan ini pernah diberikan kepada Masruchah, Hermien Y. Kleden, Maria Farida Indrati, Kathe Vince Dimara, Sethi Susanthi Hudiono, dan Yuliati Umrah.

Penghargaan ini untuk mengingat semangat jurnalis tiga zaman, sekaligus menteri era Presiden Sukarno dan pejuang Indonesia, S.K. Trimurti. (ahay)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network