“Pasar Malam” Politisi di Struktur PBNU
Surabaya – Rais Aam KH Ma’ruf Amin dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj telah resmi mengumumkan struktur kepengurusan PBNU masa khidmat 2015-2020. Posisi strategis dinilai banyak didominasi politisi.
“Struktur kepengurusan PBNU sekarang, terutama posisi strategis, justru diduduki para politisi, baik di jajaran ketua tanfidziyah maupun jajaran sekjen. Itu posisi strategis yang tidak perlu ditutupi untuk pilpres, pilgub, pilkada, dan kepentingan politik praktis lainnya,” kata Mantan Sekretaris PWNU Jawa Timur Ahmad Heri, di Surabaya, Ahad, 23 Agustus 2015.
Struktur kepengurusan PBNU 2015-2020, yang banyak diwarnai politisi itu, menurut Heri, akan membuat visi sosial kemasyarakatan NU akan menjadi hilang. Dia menyebut sejumlah politisi itu, di antaranya Helmy Faishal Zaini, Robikin Emhas, dan Sulthonul Huda.
“Sistem AHWA dan para ulama NU itu sebenarnya baik, namun ada politisi yang memanfaatkan ‘maksud baik’ para ulama itu, sehingga AHWA bukan lahir melalui proses pemahaman tapi melalui proses rekayasa dan manipulasi sistemik,” ujarnya.
Bila para ulama tidak hati-hati, lanjut mantan aktivis IPNU Jatim ini, maka kepengurusan NU ke depan akan menjadi “pasar malam” politisi yang tujuannya bukan untuk NU tapi kepentingan politik praktis, seperti pilpres, pilgub, atau pilkada.
  Â
Oleh karena itu, para ulama harus mengembalikan NU kepada visi sosial kemasyarakatan yang merupakan tujuan utama dari para pendiri NU untuk membawa kebaikan masyarakat secara pendidikan, kesehatan, ekonomi, budaya, dan moral keagamaan.
   Â
“Para pendiri NU merintis ormas itu melalui taswirul afkar, nahdlatul wathon, nahdlatut tujjar, dan akhirnya Komisi Hijaz. Semuanya untuk kepentingan masyarakat, bukan elite. Tapi, kalau tidak bisa dikembalikan ya digempur saja,” pungkasnya seraya tersenyum. (jaz/onk)