Sikap Keberagaman Masyarakat Indonesia Dipengaruhi Tradisi Keilmuan Pesantren

Dirjend Pendidikan Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, mengisi seminar dalam rangka peringatan hari ulang ke-120 Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, di Gedung KH Yusuf Hasyim, Ahad, 25 Agustus 2019 (santrinews.com/istimewa)
Jombang – Keragaman masyarakat Indonesia sangat dipengaruhi dan diwarnai oleh tradisi dan keilmuan yang berkembang di Pondok Pesantren maupun di Madrasah. Madrasah ialah sekolah formal berciri khas Islam.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Prof Kamaruddin Amin, saat mengisi seminar bertema Memadukan Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional, dalam rangka peringatan hari ulang ke-120 Pondok Pesantren Tebuireng, di Gedung KH Yusuf Hasyim, Jombang, Ahad, 25 Agustus 2019.
Baca juga: Menag: Ciri Pesantren itu Moderat, Toleran, dan Cinta Tanah Air
Menurut Kamaruddin, Indonesia yang damai, moderat dan toleran saat ini tidak bisa dipisahkan dari lembaga Pendidikan Islam seperti Pondok Pesantren, Madrasah hingga perguruan tinggi kagamaan Islam. Indonesia termasuk negara di dunia yang paling plural penduduknya, dari sisi budaya hingga agamanya.
“Indonesia merupakan pusat washatiyah (moderat-red) di dunia, keberagaman ini bisa di manage dengan baik karena peran lembaga pendidikan Islam, dari pesantren hingga perguruan tingginya,” kata Kamaruddin.
Ia menjelaskan, bicara pendidikan Islam mulai dari tingkat Raudlatul Athfal atau tingkat TK hingga perguruan tinggi, maka bisa dikatakan saat ini Indonesia merupakan negara termassif dan terbesar yang memiliki pendidikan Islam.
Sebab, lanjut dia, di Indonesia terdapat labih dari 80 ribu lembaga Madrasah, dengan siswanya yang mencapai hampi 10 ribu siswa. Sedangkan jumlah Pondok Pesantren tidak kurang 28 ribu, dengan jumlah santri mencapai 4 juta lebih. Ditambah perguruan tinggi yang medekati seribu kampus.
“Santri yang usia anak-anak saja di pondok pesantren lebih dari tujuh jutaan, ini paling besar di dunia. Maka karekter keberagaman Indonesia, dipengearuhi tradisi keilmuan di pendidkan Islam,” tukasnya.
Namun, lanjut dia, jika dibanding dengan negara-negara denga penduduk muslim yang cukup besar seperti Pakistan, India, Afganistan atau negara muslim lainnya, maka seringkali bicara pendidikan Islam dikonotasikan sebagai lembaga pendidikan yang terbelakang, bahkan lembaga sebagai tumbuh suburnya gerakan intoleran.
“Dianggap sebagai tempat berkecambahnya terorisme di negara muslim itu, sebagai lembaga non formal terbelakang,” ujar pria kelahiran Bontang ini.
Pasalnya, lanjutnya lagi, jika dilihat, tapi Indonesia, maka dunia akan melihat berbeda dengan negara muslim lainya. Di Indonesia madrasah sangat modern, sama persis dengan sekolah umum.
“Madrasah kita adalah sekolah plus, karena prosesnya seluruh 100 persen seperti sekolah umum. Apa yang dilaksanakan di madrasah, kebijakan dan ujian sama, standar sama, ditambah pendidikan keagamaan. Jadi dengan pede bisa katakan madrasah adalah sekolah plus!,” tukasnya.
Baca juga: Pesantren Harus Tetap Jadi Basis Kajian Kitab Kuning
Ia mengisahkan, jika berkaca ke negara Inggris atau di negara sekuler, proses pendidikan agama seperti seperti madrasah dilaksannakn gereja dan biasanya siswanya diisi oleh kalangan kelas menengah keatas, tak heran jika sekolah unggulan dikolala gereja.
“Di madrasah ini dari bawah, banyak diselenggarakan oleh masyarakat, tidak kelas elitis dan tidak mahal. Tapi prestasinya tidak kalah dengan sekolah umum,” pungkas profesor lulusan Kampus Bonn Jerman ini. (shir/onk)