Puasa dalam Perspektif Psikologis
Manusia dikategorikan mempunyai pribadi yang tidak sehat sering terkena sebuah penyakit yang menyerang dirinya dan akan menimbulkan berbagai masalah apabila hati dan akal tidak berfungsi dengan sempurna, sehingga tidak mampu mengontrol dan mengendalikan nafsunya yang mendorong kedalam kemaksiatan.
Menurut pandangan Islam, hati dan akal tidak berfungsi dengan sempurna diantara penyebabnya adalah terlalu banyaknya makan dan minum melebihi batas, pandangan ini diambilan dari Sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Jangan kamu mematikan hatimu (pikiranmu) dengan banyak makanan dan minuman, karena sesungguhnya hati (pikiran) itu bagaikan tanaman, ia akan mati jika terlalu banyak air”.
Serupa dengan hadits diatas, Luqmanul Hakim seorang waliyullah yang namanya diabadikan di dalam Al-Quran (Muhammad, tt:145), menasihati anaknya dengan begini: “Wahai anakku! Apabila perut besarmu terlalu penuh, maka pikiranmu menjadi beku, hikmah akan membisu dan anggota badan akan malas mengerjakan ibadah”.
Dapat diambil kesimpulan hadist dan nasihat Luqmanul Hakim diatas, bahwa untuk mengembalikan fungsi serta kekuatan akal dan hati juga dapat mengontrol sekaligus bisa mengendalikan nafsu dapat dilakukan dengan cara mengurangi makan dan minum, walaupun makanan dan minuman tersebut halal hukumnya.
Mengurangi makan dan minum bukan berarti mengurangi porsinya, akan tetapi dapat dilakukan dengan unsur yang mengandung ibadah, yaitu Ibadah Puasa, baik puasa yang wajib maupun puasa yang sunnah. Puasa yang sunnah misalnya yaitu puasa hari Senin sampai hari Kamis, yang dilakukan sesuai tuntunan ajaran Islam.
Puasa telah ada pada orang sebelum Islam yaitu sejak Nabi Ibrahim, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani semua itu dalam ajarannya mengajarkan umatnya untuk melakukan puasa, hal ini tercuplik dalam Al-Quran (QS. Al-Baqarah: 183) yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa”.
Selain itu, agama Hindu dan Budha misalnya mengajarkan kepada umatnya untuk membiasakan diri melakukan puasa karena puasa sebagai metode penyembuhan ragam penyakit yang tidak dapat disembuhkan oleh obat atau teknik penyembuhan yang lain.
Puasa adalah sebuah aktivitas yang tidak bisa dilihat oleh panca indera mata seseorang atau istilahnya amalan batin, yang tidak dapat diketahui oleh orang lain hanyalah dirinya sendiri dan Allah SWT semata. Ketika melakukan puasa, seseorang mampu untuk menahan makan dan minum, marah, keinginan nafsu seksual dan lain sebagainya dari terbitnya matahari sampai terbenamnya matahari. Orang yang melakukan puasa berarti ingin melatih dirinya untuk mengendalikan hawa nafsu dan dapat mengontrolnya dari perbuatan yang mendorong nilai negatif atau dalam bahasa psikologi disebut self-control.
Diriwayatkan Abu Hurairah dari Ath-Thabrani, Rasulullah bersabda yang artinya: “Berpuasalah kalian semua, niscaya kalian semua sehat”.
Kalau dianalisa maksud hadis diatas menunjukkan bahwa puasa bisa sebagai cara untuk menyembuhkan ragam penyakit yang tidak dapat disembuhkan oleh obat atau teknik penyembuhan lain, oleh karena itu akan menjadikan sehat. Yang dimaksud sehat sebagai faidah dari ibadah puasa yang dinyatakan oleh Rasulullah bukan hanya sehat mengandung fisik (jasmani) saja, akan tetapi mengandung sehat psikis (rohani).
Hasil penelitian dari Wahjoetomo (1997) dan Najib (1990) menyimpulkannya bahwa puasa bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan fisik maupun jasmani. Akhirnya melakukan puasa melatih jiwa untuk sehat terdapat tubuh yang kuat dan tidak akan mudah terkena penyakit.
Ketika seseorang melakukan ibadah puasa, maka porsi makan dan minum terkurang sehingga kerja beberapa organ tubuh seperti hati, ginjal dan hati terkurangi. Puasa memberikan kesempatan pencernaan (metabolisme) untuk beristirahat beberapa jam sehingga fungsi kerjanya normal dan semakin terjamin, selain itu puasa juga memberikan kesempatan kepada otot jantung untuk memperbaiki vitalitas dan kekuatan sel-selnya.
Disamping bermanfaat bagi jasmani, puasa juga bermanfaat bagi psikis. Cott (Ancok dan Suroso, 1995), seseorang ahli jiwa berkebangsaan Amerika menyebutkan bahwa puasa dapat menyembuhkan gangguan kejiwaan.
Hal tersebut dilakukan oleh Dr Nicolayev (seorang guru besar The Moscow Psyhiatric Institute). Subyek penelitian dibagi menjadi dua kelompok yang sama besar baik usia maupun berat ringannya penyakit yang diderita.
Kelompok pertama diberi pengobatan dengan ramuan obat-obatan, sedangkan kelompok kedua diperintahkan untuk melakukan puasa selama tiga puluh hari. Hasil eksperimen tersebut menyimpulkan bahwa pasien-pasien yang tidak bisa disembuhkan dengan terapi medis ternyata bisa disembuhkan dengan melakukan puasa.
Adapun fungsi dari ibadah puasa disini dapat mencegah terjadinya kelainan kejiwaan, dimana nilai puasa benar-benar dapat menjangkau ke lubuk hati yang terdalam pada diri manusia, sehingga dapat menunjang kepada pembinaan akhlak. Cott juga menyebutkan bahwa penyakit insomnia (susah tidur) dapat disembuhkan dengan melakukan puasa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa puasa adalah salah satu ajaran Agama Islam yang dapat digunakan untuk seseorang yang memiliki masalah khusunya masalah psikis seperti gangguan kejiwaan dan insomnia atau susah tidur. (*)
Muchammad Najih, Mahasiswa Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang.