Virus Corona

Shalat Jumat Boleh Sendirian di Rumah

Ketika beberapa lembaga keagamaan memberikan fatwa agar meninggalkan shalat Jumat, khususnya di zona merah pandemi Corona, banyak umat Islam yang marah, “Jumat kok dilarang”, dan kutukan lainnya.

Saya mengusulkan, mungkin bahasanya jangan melarang, tetapi memindahkan ke rumah masing-masing. Lha apa boleh?

Syaikh Ibrahim al-Baijuri dalam kitab yang biasa dibaca di pesantren-pesantren, Hasyiyah Asy-Syaikh Ibrahim al-Baijuri ala Fathil Qarib al-Mujib mengutip 15 perbedaan pendapat tentang “jumlah jamaah shalat Jumat”.

Pertama, boleh sendirian. Inilah pendapat Ibnu Hazem. Atas dasar ini, shalat Jumat tidak harus berjamaah, dan di kitab lain, juga tidak harus khutbah.

Kedua, boleh dua orang. Ini pendapat Ibrahim an-Nakha’i.

Ketiga, boleh tiga orang, salah satunya imam. Ini pendapat Abi Yusuf, Muhammad bin Hasan as-Syaibani, dan al-Laist.

Keempat, boleh empat orang, salah satunya imam. Ini pendapat Abu Hanifah dan Ats-Tsauri.

Kelima, bleh tujuh orang, menurut Ikrimah.

Keenam, boleh sembilan orang, menurut Rabi’ah.

Ketujuh, dua belas orang, menurut madzhab Imam Malik.

Kedelapan, tiga belas, salah satunya imam, menurut Ishaq.

Kesembilan, dua puluh orang, menurut ibnu Habib dari Imam Malik.

Kesepuluh, tiga puluh orang, juga riwayat Habib dari Imam Malik.

Kesebelas, empat puluh orang, termasuk imam, menurut Imam Asy-Syafi’i.

Keduabelas, empat puluh orang ditambah satu imam. Ini pendapat lain Imam Syafi’i.

Ketigabelas, lima puluh orang, riwayat dari Imam Ahmad.

Keempat belas, delapan puluh orang, menurut al-Maziri, dan,

Kelimabelas, jumlah tidak terbatas, dikutip dalam kitab Fathul Bari. Pendapat terakhir ini menurut al-Baijuri adalah pendapat yang paling unggul dari aspek dalil.

Jadi ada 15 pendapat. Lalu mau pilih yang mana?

Kaidahnya adalah:
Jangan pilih pendapat yang berat
Jangan pilih pendapat yang ringan
Jangan pilih pendapat minoritas (qil)
Jangan ikut pendapat mayoritas (jumhur)

Tapi pilihlah pendapat yang paling maslahah untukmu dan juga untuk orang lain. Beragama itu harus memudahkan dan membahagiakan.

Pendapat-pendapat ini sudah umum di pesantren, jadi tidak aneh. Sekalipun saya jarang mencobanya. Kali ini ingin mencoba pendapat Ibnu Hazem.

Pendapat ulama jangan dibiarkan begitu saja, sekali kali dicoba agar mudah ingat.

Itu artinya bukan hanya learning to know, tetapi juga learning to do, learning to be, dan learning to live together. Selamat mencoba. (*)

Situbondo, 10 April 2020

KH Imam Nakha’i, Dosen Fikih-Ushul Fikih di Ma’had Aly Salafiyah-Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo.

Terkait

Syariah Lainnya

SantriNews Network