Takbiran di Malam Hari Raya: Dalil dan Lafadz Takbir
Disunahkan untuk takbiran (memperbanyak mengumandangkan takbir) di malam hari raya Idul Fitri, dimulai dari tenggelamnya matahari tanggal 1 Syawal sampai imam memulai shalat hari raya. Hal ini bisa dilakukan sendiri-sendiri ataupun berjamaah. Dalilnya firman Allah Ta’ala:
وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلى مَا هَداكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185).
Zaid bin Aslam berkata:
إذا رأى الهلال، فالتكبيرُ من حين يَرى الهلال حتى ينصرف الإمام، في الطريق والمسجد، إلا أنه إذا حضر الإمامُ كفّ فلا يكبرِّ إلا بتكبيره
“Jika seorang melihat hilal, maka hendaknya dia bertakbir dimulai sejak dia melihat hilal di jalan dan masjid sampai imam selesai, kecuali apabila imam telah datang, dia tahan jangan bertakbir kecuali dengan takbirnya”. (Jami’ul Bayan, 3/479 No 2901. Simak pula “Tafsir Ibnu Abi Hatim”: 1/314).
Diriwayatkan oleh imam Bukhari secara mu’allaq dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhu dan telah dimaushulkan (disambung sanadnya) oleh Imam Said bin Manshur:
«يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ المَسْجِدِ، فَيُكَبِّرُونَ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ الأَسْوَاقِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا»
“Sesungguhnya beliau (Ibnu Umar) bertakbir di atas menaranya di Mina, maka orang-orang di masjid mendengar hal itu, lalu mereka bertakbir, dan bertakbir pula orang-orang di pasar sehingga Mina goncang dan bergerak (maksudnya: gegap gempita) dengan suara takbir.” (HR. Al-Bukhari: 2/20)
Imam Ibnu Hajar berkata:
وَقَوْلُهُ تَرْتَجُّ بِتَثْقِيلِ الْجِيمِ أَيْ تَضْطَرِبُ وَتَتَحَرَّكُ وَهِيَ مُبَالَغَةٌ فِي اجْتِمَاعِ رفع الْأَصْوَات
“Ucapannya tartajja dengan tatsqiil di huruf jim, artinya goncang dan bergerak. Dan ini (maknanya) menunjukkan berlebihan di dalam berkumpul atau berjamaahh dalam mengeraskan suara takbir”. (Fathul Bari, 2/462).
Berdasarkan riwayat di atas, para ulama menyatakan, bahwa anjuran takbiran di sini selain boleh dilakukan secara sendiri, juga boleh dilakukan secara berjamaah. Karena dalam riwayat tersebut, Ibnu Umar menjadi pihak yang mengomandoi para sahabat yang lain. Imam Syafi’i berkata:
فاذاراواهلال شوال احببت ان يكبر الناس جماعة و فرادى في المسجدوالاسواق والطرق والمنازل و مسافرين ومقيمين في كل حال واين كانوا و ان يظهروا التكبير
“Maka apabila mereka melihat hilal bulan Syawal, aku sangat menganjurkan agar manusia bertakbir secara berjamaah atau sendiri-sendiri di masjid, pasar-pasar, jalan-jalan, rumah-rumah, musafir dan muqim di seluruh keadaan dan di manapun mereka berada untuk menampakkan (mengeraskan) suara takbir”. (Al-Umm: 1/231).
Imam Taqiyyu Ad-Din Abu Al-Hishni Asy-Syafi’i (wafat 829 H) berkata:
يسْتَحبّ التَّكْبِير بغروب الشَّمْس لَيْلَتي الْعِيد الْفطر والأضحى وَلَا فرق فِي ذَلِك بَين الْمَسَاجِد والبيوت والأسواق وَلَا بَين اللَّيْل وَالنَّهَار
“Dianjurkan untuk mengumandangkan takbir mulai tenggelamnya Matahari di dua malam hari raya, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha. Tidak ada bedanya dalam hal itu, antara di masjid, di rumah, dan di pasar. Dan tidak ada bedanya antara malam dan siang.” (Kifayah Al-Akhyar).
Lafadz takbirnya sebagaimana disebutkan dalam Al-Iqna’ fi Halli Al-Fadzi Abi Syuja’ karya Imam Asy-Syarbini Asy-Syai’i (wafat 977) sebagai berikut:
الله أكبر الله أكبر الله أكبر لَا إِلَه إِلَّا الله وَالله أكبر الله أكبر وَللَّه الْحَمد
Imam Asy-Syafi’i menganggap baik untuk ditambahkan setelah lafadz takbir ketiga kalimat sebagai berikut:
الله أكبر كَبِيرا وَالْحَمْد لله كثيرا وَسُبْحَان الله بكرَة وَأَصِيلا لَا إِلَه إِلَّا الله وَلَا نعْبد إِلَّا إِيَّاه مُخلصين لَهُ الدّين وَلَو كره الْكَافِرُونَ لَا إِلَه إِلَّا الله وَحده صدق وعده وَنصر عَبده وأعز جنده وَهزمَ الْأَحْزَاب وَحده لَا إِلَه إِلَّا الله وَالله أكبر
Simak dalam kitab Al-Iqna’ fi Halli Al-Fadzi Abi Syuja’, karya Imam Asy-Syarbini Asy-Syafi’i (wafat 977) juz 1 hlm. 188.
Dan juga bisa dengan lafaz-lafaz takbir yang lainnya. Lafaz-lafaz di atas hanya sebagai contoh.
Dengan keterangan di atas, maka adat takbiran baik sendiri atau berjamaah di masjid-masjid atau takbir keliling yang sudah berjalan di negeri kita ini, merupakan suatu perkara yang baik dan sudah tepat. Karena sudah bersandar kepada dalil serta mengikuti pendapat para imam mujtahid teratama imam Asy-Syafi’i.
Oleh karena itu, seyogyanya kita tidak menyelisi adat yang telah berjalan di masyarakat selama baik, apalagi kalau telah terbukti sejalan dengan syariat Islam. Imam Ibnu Aqil Al Hanbali berkata:
لا ينبغي الخروج من عادات الناس
“Tidak seyogyanya untuk keluar dari adat manusia” (selama tidak melanggar ketentuan syariat).” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah)
Allahu akbar…Allahu akbar…Allahi akbar. Laa ilaaha illlallahu wallahu akbar. Allahu akbar wa lillahil hamd (*)