Idul Adha, KH Ghazali Ahmadi ​dan Kematian

Abah, KH Ghazali Ahmadi, seperti sudah merasa tentang masa kematiannya. Sebelum puasa tahun kemarin (2020), dua bulan lebih beliau di Jakarta. Selama di Jakarta, Abah berwasiat ini itu. Abah sudah mengisahkan semua yang perlu dikisahkan. Dan Abah sudah menegaskan, “Ini adalah kunjungan terakhir”.

Waktu Idul Fitri 2020, Abah mengajak teman-teman karibnya untuk berfoto. Kata Abah, ini adalah foto terakhir. Teman-temannya dikasi hadiah. Kata Abah lagi, “ini kenang-kenangan”.

Akhir Juni 2021, Abah mengundang tukang cat ke rumah untuk mengecat dinding kuburan yang sudah dipersiapkannya dan mengecat masjid pondok yang ada di depan rumahnya. Beliau berkata, “nanti akan banyak tamu datang. Malu kalau masjidnnya kusam”.

Awal Juli 2021, Abah sudah mulai merapikan bambu-bambu dan kayu-kayu bekas bangunan. Dan itu dilakukannya sendiri. Sekali lagi kata Abah, “malu sama tamu kalau gak rapi”.

8 Juli 2021, Abah meminta anaknya merapikan kitab-kitab yang berserakan di atas meja. “Masukkan semuanya ke lemari”, katanya.

Pagi hari tanggal 12 juli 2021, Abah menyerahkan kunci lemari yang biasa beliau pegang sendiri ke ibu saya. Sambil menyerahkan uang selain uang belanja, Abah berkata ke ibu saya, “Ini pegang sendiri”.

Pukul 12.30 tanggal 12 Juli 2021, saya masih video call dengan Abah menanyakan kabar dan kesehatan. Jawab Abah, “Sehat, hanya lemas biasa saja”. Lalu Abah diinjeksi vitamin-vitamin biar segar.

Jumat, pukul 06.00 WIB 16 Juli 2021, Abah masih minta sarapan bubur. Dan pukul 06.20, Abah berzikir dan kirim fatihah ke gurunya. Lalu Abah narik nafas tiga kali dan memejamkan mata. Kami menyangka Abah tidur, ternyata detak nadi sudah berhenti ketika dicek pukul 06.28 WIB.

Innalillah wa ilaihi raji’un. Abah sudah kembali ila al-Rafiq al-A’la, Jumat, 6 Dzulhijjah 1442 H atau 16 Juli 2021 M, dalam usia 76 tahun.

Kematian yang mudah dan indah. Abah yang biasanya mengkhatamkan al-Qur’an, ternyata di bulan Juli ini tak kuasa mengkhatamkannya. Setelah dicek pada tali pembatasnya, bacaan Abah terhenti pada surat Al-Qari’ah, Hari Kiamat. (القارعةماالقارعة وما ادراك ما القارعة). Kiamat kecil itu telah datang, kematian.

Jumat, 16 Juli 2021 di Almanak Jawa, beberapa hari sebelumnya telah dilingkarinya sendiri yang menunjukkan akan ada kegiatan. Ternyata tanggal itu bukan berisi kegiatan pengajian kitab al-Hikam yang dilakukan Abah tiap bulan sekali untuk guru-guru ngaji melainkan kegiatan shalat jenazah untuk Abah sendiri. Semoga Abah dapat keberkahan dari pengarang kitab al-Hikam, Syaikh Ibnu Athailllah al-Sakandari.

Abah, setelah berlangsung puluhan tahun, kecuali dua kali waktu Abah menjalankan ibadah haji, ini kali pertama Abah tak menjadi khotib dan imam shalat Idul Adha di Masjid Pondok Pesantren Zainul Huda Arjasa Sumenep Madura. Ketiadaan Abah pada momen seperti ini kian terasa bahwa Abah betul-betul sudah tidak ada. Dan tidak ada itu adalah duka. Tapi, Ananda dan keluarga besar sudah mengikhlaskan kepergian Abah.

In sya’a Allah Abah wafat dalam keadaan husnul khotimah. Wafat pada hari Jumat yang menurut Nabi, “Barang siapa wafat pada hari Jum’at atau malam Jum’at, maka Allah akan menjaganya dari siksa kubur (ما من مسلم يموت يوم الجمعة او ليلة الجمعة إلا وقاه الله فتنة القبر)”.

Abah wafat dengan keringat mengucur di dahi. Sabda Nabi, “orang beriman meninggal dunia dengan keringat mengalir di dahinya (يموت المؤمن بعرق الجبين).

Hanya husnul khotimah yang bisa diharapkan seorang anak menghadapi orang tuanya yang sudah wafat. Dan hanya doa yang bisa dipanjatkan seorang anak ketika ayahnya sudah tidak ada. يا الله بحسن الخاتمة (*)

Selasa, 20 Juli 2021
Salam,

Abdul Moqsith Ghazali

Terkait

Uswah Lainnya

SantriNews Network