KH Ahmad Muthohar, Mursyid Thariqah yang Produktif Menulis Kitab

KH Ahmad Muthohar bin Abdurrahman bin Qoshidil Haq adalah putra kelima KH Abdurrahman, yang lahir pada tahun 1926. Beliau merupakan adik KH Fathan bin Abdurrahman yang meneruskan perjalanan Pondok Pesantren Futuhiyyah bersama dengan keponakan beliau (KH Muhammad Shodiq Luthfil Hakim Muslih, Bc.Hk. dan KH Muhammad Hanif Muslih, Lc), sepeninggal KH Muslih bin Abdurrahman pada tahun 1981 hingga tahun 2005.

Sepanjang masa itu, beliau merupakan sesepuh yang mengampu pengajian santri dan bertindak sebagai imam sholat maktubah di Masjid An Nur Pondok Pesantren Futuhiyyah, disamping sebagai imam sholat Jumat di Masjid Jami’ Baitul Muttaqin Kauman Mranggen.

Sedang struktur tata kelola organisasi pesantren (termasuk pengelolaan Yayasan) dipimpin oleh dua putra KH Muslih bin Abdurrahman, yakni KH Muhammad Shodiq Luthfil Hakim Muslih dan dibantu adiknya KH Muhammad Hanif Muslih.

KH Ahmad Muthohar bin Abdurrahman terkenal sebagai sosok ulama yang istiqomah. Para santri menjadi saksi keistiqomahan beliau dalam hal “˜ubudiyyah. Sepanjang hayat, kecuali pada saat benar-benar udzur, beliau senantiasa melaksanakan sholat maktubah berjamaah dengan para santri.

Salah satu hal yang patut menjadi teladan dari KH Ahmad Muthohar bin Abdurrahman adalah meski harus dengan menaiki kursi roda dan didorong oleh santri dari kediaman menuju masjid, beliau tetap semangat, bahkan masih smpat berkeliling ke kamar-kamar pesantren untuk membangunkan santri yang tidur atau sekedar mengingatkan waktu sholat jamaah.

Disamping menjadi imam masjid An Nur Pondok Pesantren Futuhiyyah, sehari-harinya KH Ahmad Muthohar bin Abdurrahman juga mengampu pengajian kitab-kitab salaf.

Semasa hidup, KH Ahmad Muthohar dikenal sebagai penulis yang produktif. Tak kurang dari 30 judul kitab kuning karyanya yang membahas berbagai displin ilmu. Beliau menulis kitab nahwu, shorof (tata bahasa), aqidah (ketahuidan), akhlak (budi pekerti), fikih (hukum Islam), hingga mawaris (tentang pembagian warisan).

Pada suatu saat ketika musim haji, KH Ahmad Muthohar merupakan salah satu ulama yang berkesempatan menimba ilmu dari Abu Al Faidh’ Alam Ad Diin Muhammad Yasin bin Isa Al FAdani, yang masyhur dikenal dengan Syekh Yasin Al Fadani, seorang ulama Makkah yang berasal dari padang Sumatera Barat, yang bergelar “AL Musnid Dun ya” (ulama ahli sanad dunia), berkat keahlian beliau dalam hal ilmu periwayatan hadits.

Di kalangan nahdliyyin, karya-karya KH Ahmad Muthohar cukup dikenal dan masih dipakai untuk pembelajaran Agama hingga sekarang. Sebut saja kitab Imrithi dan Al Wafiyyah fi Al Fiyyah (Nahwu), Akhlaqul MArdliyyah (akhlak), TAfsir FAidurrahman (tafsir), Al MAufud (Shorof), Syifaul Janan dan Tuhfatul Athfal (tajwid). Buah karyanya yang lain, kitab Rahabiyyah (warisan).

Sebagian besar karya KH Ahmad Muthohar bin Abdurrahman diterbitkan oleh penerbit Thoha Putra Semarang, yang memang dikenal sebagai penerbit kitab-kitab klasik. Selain itu, ada pula sejumlah karyanya yang dirilis oleh penerbit Malaysia.

Selain penulis produktif, KH Ahmad Muthohar juga merupakan sosok penting di kalangan nahdliyyin, hingga wafat, dia adalah Mustafadl Jam’iyyah al Mu’tabarah Qadiriyyah wan Naqsyabandiyyah An Nahdliyyah.

Tak heran, kepergiannya dihantarkan oleh banyak pelayat. Sebagian mereka merupakan murid thariqah beliau. Yang merasa wajib memberikan penghormatan terakhir. Tak Cuma dari Mranggen, para murid tersebut datang dari berbagai kota di Jawa, seperti Semarang, Purwodadi, Kendal, Sragen, Pekalongan, Blora, PAti, Solo, Cirebon, bahkan luar Jawa.

KH Ahmad Muthohar meninggal dunia pada usia 73 tahun, dengan meninggalkan 8 putra-putri dari para istrinya. Sekitar 4000-an santri, dan puluhan ribu anggota thoriqoh. Beliau wafat saat melaksanakan ibadah sholat Tahajud, yang rutin dilakoninya selama berpuluh-puluh tahun. (*)

Abdus Shomad, Pengurus Pondok Pesantren Futuhiyyah.

Terkait

Uswah Lainnya

SantriNews Network