KH Achmad Siddiq, Asas Pancasila & Logika Rumah Bugis Makassar

Begini cara berpikir almaghfurlah Kiai Achmad Siddiq dalam menerima asas tunggal Pancasila masuk ke dalam Anggaran Dasar NU. Ini jelas pergantian fondasi.
Ini dilakukan tanpa mesti mengganggu karakter struktural bangunan Islam Ahlussunnah Waljamaah sebagai landasan akidah organisasi, tanpa menimbulkan gejolak. Soalnya beliau menggunakan logika bernalar “rumah Bugis Makassar”.
Pergantian fondasi atau asas dari Islam ke Pancasila, tapi tidak mengganggu totalitas bangunan rumah ke-NU-an itu sendiri, hingga tidaklah sampai hancur berantakan. Struktur bangunan rumah Jawa (bentuk joglo) beda dengan rumah Bugis (bentuk panggung).
Yang pertama punya fondasi tetap yang tidak berubah-ubah, ajeg dan permanen. Kalau fondasi rumah Jawa itu diganti atau dipindahkan, akibatnya bisa membuat bangunan rumah itu pasti hancur total. Ini jelas dekonstruksi anarkis, bukan konstruktif.
Beda dengan jenis rumah kedua. Rumah Bugis punya fondasi, namun tidak tetap, fleksibel dan bisa dipindahkan ke lain tempat, sementara bangunan rumah tetap utuh dan tidak rusak berantakan.
Kiai Achmad Siddiq melihat fondasi itu lebih historis, yakni lebih fleksibel dengan tetap menjaga keutuhan totalitas struktur bangunan NU, seperti cara berpikir model rumah Bugis. Pandangan historis ini memungkinkan Kiai Achmad Siddiq melihat banyak hal dalam perjalanan sejarah NU maupun berbagai aspek Khittah dan asas NU, sehingga wawasannya tidak kaku dan jumud.
Ketika bicara pengalaman sejarah, strategi masa kini atau proyeksi masa depan, cara pandang tersebut jelas responsif. Yakni mampu menjawab tantangan zaman dan, sekaligus, tahan banting di setiap kondisi.
Bagaimana misalnya rumah itu tiba-tiba kebanjiran, kena gempa atau tanah sekitarnya mulai ditumbuhi semak belukar yang mengundang satwa liar masuk ke lingkungan rumah?
Jelas hal itu mengkondisikan rumah harus pindah, ganti asas, tapi tidak mengganggu totalitas bangunannya. Nah cara berpikir Kiai Achmad Siddiq-lah yang mengikuti model rumah Bugis yang akan memberi jawabannya. Lahul Fatihah… (*)