Polemik “Tuhan Membusuk”

Alumni Protes Kebijakan Rektor UIN Sunan Ampel

Spanduk bertuliskan "Tuhan Membusuk" dibentangkan di hadapan para mahasiswa baru Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel, ketika mengikuti Oscaar 28-30 Agustus 2014 lalu (santrinews.com/jazuli)

Bangkalan – Mantan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, Surabaya, Salman Al Farisi mempertanyakan kebijakan rektor yang membekukan Dewan Mahasiswa (Dema) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

“Rektor harus berfikir kembali atas tindakannya yang membekukan Dema Ushuluddin. Karena mereka melakukan sesuai koridor,” kata Salman, di Bangkalan, Kamis, 4 September 2014,

Kebijakan pembekuan Dema (tepatnya Senat Mahasiswa/SEMA) itu buntut dari tema “Tuhan Membusuk” yang diangkat menjadi grand tema acara Orientasi Cinta Akademik dan Almamater (Oscaar) yang berlangsung pada 28-30 Agustus 2014 lalu. Subtema dari grand tema Oscaar itu adalah “Rekonstruksi Fundamentalisme Menuju Islam Kosmopolitan”.

“Kami sepakat membekukan Dema (Fakultas Ushuluddin dan Filsafat) sebagai pembelajaran untuk mereka agar bijak membedakan ruang akademisi dan ruang publik,” kata Abd A’la, Rektor UIN Sunan Ampel, Rabu, 3 September 2014.

Menurut Faris, Oscaar adalah orientasi mahasiswa bukan orientasi bagi ormas Islam. “Jadi sifatnya lebih akademis. Teks dan konteksnya sudah jelas,” tegas Faris yang kini tinggal di Bangkalan.

Kampus, kata Faris, adalah ruang belajar bagi mahasiswa dalam mengembangkan pemikiran dan keilmuan. “Ketika mahasiswa sedang mencari esensi dan substansi “˜Tuhan’ dalam konteks keilmuan apa itu salah?” Faris mempertanyakan.

Faris menilai, keberadaan UIN tidak bisa dilepaskan dari Fakultas Ushuluddin. Setiap fakultas mempunyai nama dan entitas berbeda. Fakultas Ushuluddin selama ini dikenal sebagai penempaan diri dalam ranah pemikiran. Tidak berlebihan bila tema Oscaar lebih mengarah pada ranah pemikiran yang kerap menyentuh esensi, termasuk esensi “˜Tuhan’.

“Lalu apa substansi dari kampus dan Fakultas ushuluddin kalau ini dianggap salah,” tandasnya heran.

“Jadi jika menyalahkan tema Oscaar tersebut secara otomatis rektor tidak mengamini keberadaan Fakultas Ushuluddin di UIN Sunan Ampel,” lanjutnya.

Kata Faris, rektor mestinya mengundang FPI serta memberikan ruang dialog di UIN guna mendengar langsung penjelasan secara rasional dan teoritik dari panitia Oscaar.

“Masak dengan FPI saja pak A’la (Abd A’la) klepek-klepek. UGM saja berani pasang badan atas mahasiswanya yang melecehkan warga Jogja, kenapa UIN Sunan Ampel tidak?” katanya.

Padahal, kata Faris, UIN Sunan Ampel bukan hanya barometer gerakan mahasiswa, tapi juga barometer pendidikan Islam di Jatim. (mam/onk)

Terkait

Daerah Lainnya

SantriNews Network