Anak Bendahara PWNU Jatim Jadi Korban Kekerasan Oknum Linmas hingga Luka Parah

Ilustrasi anggota Linmas
Surabaya – FA (15), putra dari Bendahara PWNU Jawa Timur H Rasyidi, menjadi korban dugaan tindak kekerasan oleh salah seorang petugas Perlindungan Masyarakat (Linmas) Kota Surabaya.
FA menjadi korban salah sasaran petugas Linmas saat melakukan penertiban tawuran di kawasan Dupak, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya, pada Rabu dini hari, 14 April 2021
H Rasyidi menceritakan kronologi kejadian yang menimpa anaknya. Pada Rabu dini hari, 14 April 2021, sekira pukul 01:32 WIB.
“Kala itu anak saya sedang berkumpul dengan teman sebayanya di kawasan Jalan Gundih IV, Bubutan Surabaya,” kata H Rasyidi dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 23 April 2021.
Sebelumnya, kata dia, anaknya pada pukul 23:30 WIB pamit hendak mengisi waktu dengan duduk-duduk di sebelah rumah yang ditemani 4 temannya.
Dari diskusi yang berkembang, akhirnya mereka memutuskan untuk bermain bola di kawasan Margorukun Gang I. Namun kala itu ternyata lapangan yang ada digunakan sejumlah orang untuk bermain badminton. Keinginan untuk bermain bola tidak surut, dan berpindah ke kawasan lain yakni di Dupak Grosir.
Tanpa dinyana ternyata di jalan raya wilayah tersebut sedang terjadi tawuran. Agar tidak terlibat dalam tawuran tersebut, FA bersama lainnya memilih pergi.
Dan ternyata tidak lama, ada pasukan Linmas yang melakukan penertiban sekaligus pengejaran kepada anak-anak muda yang sedang tawuran tersebut.
Dengan mengendarai motor tril, pasukan Linmas melakukan pengejaran kepada anak-anak yang tengah berbuat onar. Dan tentu saja hal itu memantik para peserta tawuran lari. Dan adegan kejar-kejaran pun terjadi.
Pasukan Linmas terus melakukan pengejaran hingga kawasan Gang 4. Dan karena terus menguber, sejumlah anak yang sebelumnya tidak terlibat dalam tawuran ikut panik, termasuk FA.
Saat itu ada pengendara motor yang melintas. Supaya selamat dari pengejaran, FA bersama dua temannya naik motor yang tidak dikenal tersebut. Dan ternyata pasukan Linmas juga terus mengejar, hingga jarak semakin mendekat. Dengan menggunakan helm, pasukan Linmas memberhentikan motor yang ditumpangi FA dengan memukul pakai helm.
Celaka saat motor harus melewati gundukan atau yang dikenal dengan sebutan polisi tidur. “Kala itu anak saya tidak dapat menguasai keadaan, sehingga terjatuh. Bahkan sempat terseret kendaraan yang ditumpangi lumayan jauh. Akibat dari kejadian tersebut, terdapat luka yang cukup serius di kedua lutut kakinya,” tuturnya.
“Ternyata pihak Linmas memanfaatkan jatuhnya anak saya untuk melakukan tindakan kekerasan. Anak saya diringkus dengan sangat keras. Kala itu anak saya diperlakukan layaknya penjahat, bahkan kepalanya dibenturkan ke bagian belakang motor tril yang terbuat dari besi. Akibatnya, wajah anak saya lebam dan terluka cukup serius.”
Sejurus kemudian, FA dibawa ke Polsek Bubutan Surabaya. “Dan karena salah seorang anggota Polsek setempat mengenal anak saya, maka yang bersangkutan menghubungi saya. Kebetulan dia juga termasuk tim keamanan dan ketertiban di kawasan Gundih. Dan usai waktu Subuh, anak saya diperkenankan pulang,” kata H Rasyidi.
Untuk keperluan klarifikasi, pada hari Jumat, 16 April 2021, pukul 10.00 WIB, H Rasyudi bersama anak dan keluarganya mendatangi kantor Linmas.
“Saya diterima oleh A pukul 11:30 dengan menanyakan kronologi kejadian yang sebenarnya berdasar cerita anak saya. Kala itu saya hanya ingin dipertemukan dengan pelaku tindakan kekerasan,” ujarnya.
Akhirnya petugas yang berinisial A itu mendatangkan sejumlah pasukan Linmas yang pada kejadian Rabu dini hari sedang bertugas. Dan saat itu ada yang mengaku bahwa dirinya yang melakukan tindakan tersebut.
“Yang bersangkutan memeragakan cara memperlakukan anak saya, meskipun apa yang dilakukan dibantah anak saya karena tidak sesuai kejadian,” kata H Rasyidi.
“Saat itu saya ingin pasukan Linmas yang bertugas mengakui tindakan kekerasan yang dilakukan. Apalagi memperlakukan anak sekecil itu dengan tindakan seperti menangkap seorang penjahat,” H Rasyidi menambahkan.
Usai shalat Jumat, H Rasyidi dan keluraga kembali lagi ke kantor dan menyampaikan bahwa yang diinginkan keluarga adalah tindakan bertanggung jawab dari pelaku.
“Meskipun saat itu saya tidak akan meminta lebih, hanya yang bersangkutan mengakui tindakan berlebihan yang ujungnya mengakibatkan anak saya terluka cukup serius, kaki dan tangan kiri terkilir,” tegasnya.
Yang membuat H Rasyidi dan keluarga kecewa, semua petugas ternyata tidak ada yang berkenan mengakui tindakan yang dilakukan. “Dan lantaran ketika itu kami tidak memiliki saksi yang ada di tempat kejadian perkara, maka akhirnya pasrah.” (red)