PB Kopri: Propaganda LGBT Bentuk Kekerasan Terhadap Anak
Jakarta – Berdasarkan informasi di media masa tentang pemberitaan bahwa komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) semakin gencar melakukan aksinya bahkan sampai merambah ke dunia maya dan menyasar terhadap anak-anak, hal ini merupakan fenomena yang harus disikapi serius.
Menanggapi hal ini, Pengurus Besar Korps PMII Putri (KOPRI) berharap pemerintah, organisasi kemasyarakatan, lembaga pendidikan, orang tua dan semua pihak lainnya harus bersama-sama melakukan tindakaan preventif maupun represif terhadap fenomena ini.
Menurut Ketua Bidang Advokasi Hukum dan Kebijakan Publik PB KOPRI, Wulansari, dari segi aspek hukum pada dasarnya propaganda LGBT terhadap anak merupakan bentuk kekerasan terhadap anak dan masuk kepada kaategori tindak pidana.
“Apalagi melalui media maya seperti dilakukan oleh salah satu akun twitter @gaykids_botplg yang menyebarkan gambar dan video yang tidak baik dilihat oleh anak,” ujarnya.
Berdasarkan hal tersebut PB KOPRI meminta kepada aparat penegak hukum, khususnya POLRI beserta jajarannya untuk melakukan penyelidikan dan melakukan penegakan hukum lainnya bagi pelaku yang diduga melakukan tindak pidana.
“Adapun berdasarkan kajian Bidang Advokasi KOPRI PB PMII dasar hukum yang dapat dijadikan dasar untuk dilakukan upaya Penegakan Hukum oleh POLRI adalah indikasi pelanggaran Pasal 76 B, 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” imbuhnya.
Dalam regulasi itu dengan jelas melarang setiap orang untuk menempatkan, membiarkan, melibatkan anak dalam situasi yang salah dan larangn untuk melakukan tindakan yang mengganggu tumbuh kembang anak dengan ancaman hukuman Paling lama 5 (Lima) Tahun dan/denda paling banyak Rp.100.000.000,-(Seratus Juta Rupiah).
“Selain pasal tersebut fenomena penyebaran gambar dan video di dunia maya yang dilkukan dalam akun twiter@gaykids_botplg juga dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi,” jelasnya.
Dari aturan yang ada dengan jelas dilarang membuat dan menyebarluaskan pornografi dan ancaman hukumannya diatur lebih khusus dalam pasal 29 Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan pidana paling singkat 6,l bulan paling lama 12 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar.
Fenomena ini perlu disikapi serius karena yang menjadi korban adalah anak yang seharusnya mempunyai hak untuk dijamin tumbuh kembangnya.
Apalagi, anak sebagai tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga perlu untuk dilindungi dari segala bentuk perlakuan
salah. (us/onk)