Kasus Hukuman Cambuk
Gusdurian: Hentikan Kekerasan terhadap Santri
Jombang – Praktek kekerasan berbentuk hukuman cambuk terhadap santri di salah satu pesantren di Jombang dinilai sangat mencoreng wajah Kota Santri. Selama ini pesantren-pesantren di Jombang terkenal memegang teguh prinsip antikekerasan dalam sistem pengajarannya.
Hal itu disampaikan, Aan Anshori, alumni Bahrul Ulum Tambakberas, merespon tersebarnya video yang diunggah ke situs YouTube yang menggambarkan tiga santri sedang dicambuk.
Dalam video berdurasi 5 menit 21 detik itu, tiga santri dari sebuah pondok pesantren yang diduga terletak di Kabupaten Jombang
diikat pada tiga pohon dengan mata tertutup kain.
Hukuman cambuk yang diduga menggunakan rotan itu dilakukan di depan puluhan santri. Cambukan dilakukan sebanyak 35 kali pada masing-masing santri. Setelah hukuman cambuk usai, seseorang memandu doa, memohon ampunan kepada Allah, baik bagi pelanggar, orang yang mencambuk, maupun santri yang menyaksikannya.
Aan menegaskan, apapun alasannya, penghukuman cambuk tersebut perlu diusut tuntas karena merupakan tindak pidana. Menurutnya, pelaku bisa dijerat tindak pidana khusus menggunakan UU Perlindungan Anak jika korban terbukti masih dibawah umur.
“Aparat hukum tidak perlu takut melakukan penyelidikan karena siapapun tidak kebal hukum termasuk pesantren. Institusi ini tidak memiliki imunitas jika melakukan kesalahan,” tegasnya, Selasa, 9 Desember 2014.
Koordinator Gusdurian Jatim ini menambahkan, keengganan aparat hukum dalam bertindak, akan melanggengkan tradisi kekerasan di dalam pesantren. Dan hal tersebut akan berakibat buruk bagi anak.
Aan juga menyarankan pemerintah agar mempertimbangkan untuk membekukan izin pesantren tersebut sementara waktu hingga proses hukum selesai.
“Sudah saatnya Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Perhimpunan Pesantren yang berafiliasi ke NU) perlu mengeluarkan sikap bersama menolak penggunaan kekerasan dalam sistem pengajaran pesantren,” ujarnya. (jaz/saif)