Begini Santri di Lebak Perdalam Kitab Kuning Selama Ramadhan
Santri dan kitab kuning
Lebak – Selama bulan suci Ramadhan 1441 Hijriah, sejumlah pondok pesantren di Kabupaten Lebak, Banten, memperdalam kajian kitab kuning atau kitab gundul untuk meningkatkan kompetensi kemampuan santri dalam menguasai bidang ilmu fiqh, tasawuf hingga akidah Islam.
“Kami setiap Ramadhan mengkaji ‘kitab kuning’ secara khusus untuk memperdalam Kitab Nihayah al-Zain,” kata pimpinan Pondok Pesantren Nurul Ihsan Kalanganyar Kabupaten Lebak, KH Daud Yusuf di Lebak, Ahad, 26 April 2020.
Pengkajian Kitab Nihayah al-Zain itu untuk mengkaji secara khusus untuk mendalami ilmu fiqih, tasawuf dan akidah Islam.
Kitab Nihayah al-Zain karya ulama terkemuka di dunia asal Tanara, Provinsi Banten yakni bernama An Nawawi Al-Jawi yang wafat pada 1317 H atau 1316 H.
Bahkan, kata dia, kitab yang bermazhab al-Syafi’i itu cukup dikenal oleh kaum Muslimin di Indonesia.
Pengkajian kitab kuning di pondok pesantren itu diikuti sebanyak 28 santri dari berbagai daerah di Tanah Air, di antaranya dari Batam dan Lampung.
Penyampaian pengkajian dengan “luhgoh” (membaca) menggunakan bahasa Jawa dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan Sunda.
“Kami berharap melalui pengkajian kitab kuning dapat meningkatkan kompetensi santri dalam mengembangkan ilmu-ilmu fiqih, tasawuf hingga akidah,” katanya.
Menurut dia, para santri yang mengikuti kajian Kitab Nihayah al-Zain tentu mereka sudah mampu membaca kitab kuning secara etimologi bahasa dan harkat dengan benar sesuai ilmu nahwu dan shorof.
Selain itu juga mampu menafsirkan dan menerjemahkan makna dalam kajian kitab gundul tersebut. Sebab, kajian kitab kuning untuk memperdalam kajian ilmu ibadah dan hukum Islam (fiqh).
“Semua santri di sini selama 24 jam untuk memperdalam kajian Kitab Nihayah al-Zain,” kata kiai yang pernah menimba ilmu di Jawa Timur itu.
Begitu juga KH Hasan Basri, pimpinan Pondok Pesantren Nurul Hasanah Rangkasbitung mengatakan bahwa santrinya yang memperdalam kitab kuning di ponpes itu kebanyakan santri dari Kabupaten Lebak dan Bogor.
Pengajian khusus kitab kuning tersebut melalui coretan dengan menggunakan tinta untuk memaknai isi kitab gundul karena huruf-hurufnya belum memiliki tanda baca “dhoma”, “fathah”, dan “kasrah”.
Di samping itu, makna harfiah bisa berubah dan perlu pengkajian khusus serta diskusi, sehingga mereka memiliki kompetensi di bidang pengetahuan agama Islam.
Namun, metode pengajian khusus itu setelah kiai atau ulama menyampaikan kajian kitab kuning kepada santri atau peserta didiknya.
Pengkajian kitab kuning, antara lain ilmu fikih, akidah, tasawuf, Ibadah, muamalah, dan tafsir Al Quran, seperti Kitab Fathul Muin, Nashaibul Ibad_, Tafsir Jalalain, dan Kitab Alfiyah.
“Kami melaksanakan pengkajian kitab kuning itu hanya secara khusus selama Ramadhan saja dan santrinya dari beberapa kecamatan di Kabupaten Lebak dan Bogor,” katanya.
Sementara itu, Sholeh (30), seorang santri warga Rumpin, Kabupaten Bogor mengaku bahwa dirinya setiap bulan Ramadhan mengikuti pengajian khusus kitab kuning di Pesantren Nurul Hasanah Rangkasbitung.
“Kami sudah dua tahun memperdalam kajian kitab kuning yang membahas ilmu fiqih, seperti kitab Fathul Mu’in,” ujarnya. (ant/red)