Cap Go Meh di Masjid Ditolak, Panitia:Kami Undang Kalangan Pesantren

Perayaan Cap Go Meh (santrinews.com/detik)
Semarang – Beberapa orang yang mengatasnamakan Forum Umat Islam Semarang (FUIS) akan mendatangi Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Jumat pagi, 17 Februari 2017. Mereka akan menggelar aksi tolak perayaan Cap Go Meh yang bakal digelar di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Kota Semarang.
Dari undangan yang disebarkan kepada para wartawan, aksi ini bertajuk “Acara Audiensi & Aksi Tolak Perayaan Cap Go Meh di Masjid MAJT”. “Kalau perayaan Cap Go Meh diadakan di klenteng, di tempat sendiri, silakan. Tapi, kalau diadakan di masjid, kami menolak,” ucap juru bicara aksi dari FUIS, Wahyu, Jumat, 17 Februari 2017.
Wahyu menyatakan pihaknya akan menggelar audiensi dengan aparat kepolisian untuk menyampaikan aspirasinya itu.
Menurut Wahyu, masjid sebagai tempat ibadah umat Islam kurang tepat jika digunakan sebagai tempat perayaan Cap Go Meh. “Apalagi banyak yang kurang setuju dari kalangan umat Islam sendiri,” ujarnya tanpa menyebut siapa saja yang menolak perayaan Cap Go Meh di MAJT.
Tahun ini, perayaan Cap Go Meh di Semarang akan digelar di halaman MAJT, Semarang, pada 19 Februari 2017. Selain dimeriahkan berbagai kegiatan, acara ini akan diisi dialog budaya yang menghadirkan sejumlah tokoh, seperti KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), Habib Luthfi bin Yahya, Bhante Dhammasubho Mahathera, dan Romo Aloysius Budi Purnomo.
Acara perayaan Cap Go Meh ini merupakan yang pertama kalinya diadakan di ibu kota Provinsi Jawa Tengah. “Kami akan menggelar perayaan Cap Go Meh dengan mengajak seluruh masyarakat Kota Semarang,” tutur Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Jawa Tengah Dewi Susilo Budiharjo di Semarang, Selasa lalu.
Menurut dia, perayaan tradisi budaya itu tidak memandang suku, bangsa, agama, antargolongan (SARA), sehingga seluruh lapisan masyarakat bisa ambil bagian untuk memeriahkan acara yang identik dengan makan lontong itu. Perayaan akan dimulai pukul 18.00 WIB. Ke depan, perayaan akan dikonsep seperti pasar malam, seperti Pasar Semawis.
“Melalui perayaan ini, kami ingin nguri-nguri budaya sekaligus merawat kebinekaan dengan melibatkan kalangan dari berbagai agama, suku, ras, dan budaya. Ada muatan pitutur yang disampaikan para tokoh,” kata Dewi.
Wakil Ketua I PSMTI Jawa Tengah Budhiwalujo Setia menuturkan perayaan Cap Go Meh merupakan kekayaan budaya masyarakat Tionghoa yang bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat tanpa tersekat perbedaan suku, agama, ras, dan budaya. “Kami mengundang kalangan pondok pesantren, organisasi, masyarakat Tionghoa sendiri, dan sebagainya,” ucap Budhiwalujo.(shir/tempo)