Soal Buku Pelajaran Berpaham ISIS, Disdik Jombang: Kita Tidak Akan Menarik

Jombang – Meski mendapat desakan dari sejumlah pihak agar menarik buku pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) berbau ajaran ISIS, namun Dinas Pendidikan (Disdik) Jombang tetap bergeming. Disdik bersikukuh tidak akan menarik akan menarik buku berpaham radikal tersebut. Alasannya, materi tersebut hanya bermuatan sejarah.

Kepala Disdik Jombang, Muntholip, mengatakan, buku PAI untuk kelas XI SMA tersebut tidak ada yang salah. Sebab, selain hanya sebatas penguraian soal sejarah, poin yang menyebut memperbolehkan orang membunuh, hanyalah sebuah contoh dari beberapa aliran yang ada di Agama Islam. Selain itu, peredaran buku tersebut juga sudah merata.

“Kita tidak akan menarik buku tersebut. Disdik mempunyai jalan tengah, yakni para guru harus melakukan improvisasi agar faham radikal tersebut tidak sampai di siswa,” kata Muntholip, Jumat, 20 Maret 2015.

Buku setebal 85 halaman itu disusun oleh MGMP-PAI (Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam) Kabupaten Jombang. Salah satu bab dalam buku itu membahas tokoh-tokoh pembaharuan dunia Islam masa modern. Diantara tokoh yang dimunculkan adalah Muhammad bin Abdul Wahab. Dia merupakan penggagas aliran Wahabiyah. Nah, dalam buku PAI halaman 78 itu dijelaskan pemikiran tokoh kelahiran Arab Saudi tersebut.

Diantaranya, yang harus disembah adalah Allah SWT. Jika ada yang menyembah selain Allah, maka menjadi musyrik dan boleh dibunuh. Poin selanjutnya juga dijelaskan, menyebut nama nabi, syekh, atau malaikat sebagai perantara doa merupakan perbuatan syirik. Kemudian meminta syafaat selain kepada Allah SWT juga syirik.

Selain Muhammad bin Abdul Wahab, terdapat tokoh Islam lainnya yang juga dimunculkan. Diantaranya, Syah Waliyullah, Muhammad Ali Pasya, Al-Tahtawi, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Rida, Sayyid Ahmad Khan, Sultan Mahmud, serta Muhammad Iqbal.

Sikap Disdik Jombang yang tidak mau menarik buku tersebut dari peredaran sangat disayangkan oleh Aan Anshori, kordinator Jaringan Gusdurian Jatim. Ia khawatir, dengan mengajarkan buku itu, secara tidak langsung, telah menjadikan anak didik SMA di Jombang sebagai kader radikal.

“Budi pekerti macam apa yang hendak dibangun oleh guru-guru agama dengan mengajari siswanya membolehkan membunuh orang berbeda keyakinan atau musyrik. Secara kontemporer, ajaran bunuh-membunuh dalam konteks ini telah dipraktekkan secara sukses oleh ISIS,” ujar Aan ditemui secara terpisah.

Aan menuntut agar buku tersebut segera ditarik dan direvisi sesuai dengan nilai-nilai luhur Islam rahmatan lil alamin yang bersendikan Pancasila dan UUD 1945.

“Dalam konteks Jombang, masih banyak tokoh Islam kontemporer asal kota ini yang lebih layak dijadikan model pemikirannya dalam buku tersebut, misalnya Gus Dur, KH A Wahid Hasyim, atau Nurcholis Madjid,” pungkasnya. (saif/hay)

Terkait

Daerah Lainnya

SantriNews Network