Dialog Gemasaba Jatim
Ustadz Ma’ruf Khozin: Aswaja Jadi Benteng dari Radikalisme

Ustadz Ma'ruf Khozin saat tampil di sebuah acara. (santrinews.com/fb)
Surabaya – Pengurus PW Aswaja NU Center Jawa Timur, Ustadz Ma’ruf Khozin menyatakan, paham Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja) bisa menjadi benteng bagi ancaman kelompok radikal mana pun, baik kiri maupun kanan. Termasuk kelompok Trans Nasional seperti Syiah maupun HTI.
Belakangan, muncul kekhawatiran banyak pihak tentang perkembangan gerakan Syiah di tanah air. Menurut dia, sikap Nahdlatul Ulama sudah jelas. Dan Aswaja bisa menjadi benteng.
Namun secara prinsip, NU tidak mau terjebak dalam wilayah memvonis Syiah itu sesat atau tidak. Alasannya, hal itu ranah Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Bagi kami, Syiah itu berbeda dengan Aswaja. Soal sesat dan menyesatkan itu menjadi ranah MUI,” kata Ustadz Ma’ruf Khozin saat menjadi pembicara pada acara Dialog Interaktif yang digelar Dewan Pimpinan Wilayah Gerakan Mahasiswa Satu Bangsa (Gemasaba) Jawa Timur, di Pesantren Mahasiswa Al Husna, Wonocolo, Surabaya, Jumat, 27 Nopember 2015.
Dalam dialog bertajuk “Perkembangan dan Dinamika Gerakan Kelompok Syiah dan Ancamannya di Indonesia” itu, hadir pula sejumlah narasumber. Mereka adalah Letkol Arh Mariyono (Kepala Seksi Teritorial Korem 084/Bhaskara Jaya), AKBP Dody Wijaya (Kasat Binmas Polrestabes Surabaya), Kompol Suwarno (Direktorat Intelkam Polda Jatim), dan dan Sholikhul Huda (Wakil Ketua Majelis Kader PW Muhammadiyah Jawa Timur).
Sholikhul Huda berpendampat hampir senada. Menurut Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya itu, sesuai rekomendasi muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar, Muhammadiyah tidak akan mengkafirkan kelompok tertentu termasuk Syiah. Namun secara prinsip ajaran mereka berbeda dengan ajaran Islam secara umum.
“Kami tidak mau mengkafirkan kelompok manapun. Namun, kalau bicara soal Syiah, mereka jelas berbeda,” jelas kandidat Doktor UIN Sunan Ampel tersebut.
Kompol Suwarno dari Direktorat Intelkam Polda Jatim membeberkan pengalamannya menangani kelompok Syiah, pimpinan Tajul Muluk di Sampang, Madura. Dalam kasus itu pihaknya bukanmenindak ajaran maupun paham Syiah, melainkan perbuatan mereka yang melanggar hukum, khususnya tindakan penistaan terhadap agama.
“Kami ini pendekatannya penegakan hukum. Jadi yang dihukum bukan ajarannya tapi perbuatan Tajul Muluk yang menistakan agama. Dan itu pun melalui proses pengadilan hinga Mahkamah Agung,” pungkas perwira intel itu. (jaz/onk)