Kongres XV GP Ansor

Pandu Ansor, Upaya Memperkuat Kaderisasi

Pasukan Banser saat kegiatan Apel Sukses Muktamar di Alon-alon Jombang. (santrinews.com/nabil)

Oleh H Zulfikar Damam Ikhwanto, S.Sos, M.Si

Sejarah dan Kiprah Pandu Ansor
Pada tahun 1924, berawal dari KH Abdul Wahab Chasbullah yang kala itu bersama Abdullah Ubaid merintis organisasi kepemudaan Syubbanul Wathan (Pandu Tanah Air), kemudian juga membentuk organisasi Ahlul Wathan (Pandu Tanah Air). Dua organisasi ini yang kelak menjadi cikal bakal berdirinya GP Ansor dan Banser.

Setelah Syubbanul Wathan dinilai mantap dan mulai banyak remaja yang ingin bergabung. Maka pengurus membuat seksi khusus mengurus mereka yang lebih mengarah kepada kepanduan dengan sebutan “ahlul wathan”. Ahlul Wathan yang berjumlah ratusan anggota ini dipimpin oleh Inspektur Umum Kwartir Imam Sukarlan Suryoseputro. Sesuai kecendrungan pemuda saat itu pada aktivitas kepanduan sebagaimana organisasi pemuda lainnya. Kelanjutan perkembangan organisasi ini sampai pada masalah Barisan Ansor Serbaguna (Banser) yang menitikberatkan pada aspek kebangsaan dan pembelaan tanah air.

Antara tahun 1928-1935 bermuncullah gerakan kepanduan Indonesia baik yang bernapas utama kebangsaan maupun bernapas agama. Kepanduan yang bernapas kebangsaan dapat dicatat Pandu Indonesia (PI), Padvinders Organisatie Pasundan (POP), Pandu Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita (SPK) dan Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI). Sedangkan yang bernapas agama Pandu Ansor, Al Wathoni, Hizbul Wathan, Kepanduan Islam Indonesia (KII), Islamitische Padvinders Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen), Kepanduan Azas Katolik Indonesia (KAKI), Kepanduan Masehi Indonesia (KMI).

Setelah Nahdlatul Ulama (NU) berdiri (31 Januari 1926), kegiatan kepanduan agak mengendor karena beberapa orang pengurusnya aktif dan disibukkan untuk mengurus organisasi NU. Kemudian pada tanggal 24 April 1934 berdirilah organisasi ANO yang berarti Ansoru Nahdlatul Oelama yang dimaksudkan dapat mengambil berkah (tabarrukan) atas semangat perjuangan para sahabat nabi dalam memperjuangkan dan membela serta menegakkan agama Allah.

Diharapkan kelak kebertaaan mereka senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar sahabat ansor yang selalu bertindak dan bersikap sebagai pelopor dalam memberikan pertolongan untuk menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen yang seharusnya senantiasa dipegang teguh oleh para anggota Gerakan Pemuda Ansor.

Adapun pelatihan yang dilakukan dalam Pandu Ansor seperti pendidikan baris berbaris, lompat dan lari, angkat mengangkat, ikat mengikat (pionering), Fluit Tanzim (belajar kode/isyarat suara), isyarat dengan bendera (morse), perkemahan, belajar menolong kecelakaan (PPPK), musabaqoh fil kholi (pacuan kuda) dan muromat (melempar lembing dan cakram).

Pada tahun 1950-an hingga 1960-an, wadah kegiatan seperti “Pandu Ansor” bersama “Drum Band Pemuda Ansor” dan Banser, menjadi magnet sendiri di kalangan para pemuda untuk tertarik masuk ke dalam Ansor atau NU.

Pada perkembangannya, seiring dengan terjadinya dinamika pada gerakan pandu di Indonesia, pada tahun 1961 seluruh organisasi kepanduan di Indonesia, termasuk Pandu Ansor, melebur menjadi satu dalam wadah “Pramuka”.

Momen yang paling diingat beberapa anggota Pandu Ansor, hingga saat ini yakni saat mereka menjadi salah satu perwakilan Kontingen Pandu Indonesia untuk dikirim mengikuti Jambore Pandu Dunia ke-X di Makiling, Los Banos (Laguna) Filipina, 17-26 Juli 1959.

KH Salahudin Wahid, salah seorang anggota “Pandu Ansor” yang pernah ikut dalam rombongan berangkat ke Filipina, bercerita kala itu kontingen Indonesia terdiri dari sembilan orang Gugus Pimpinan dengan Dr Soedarsono sebagai Kepala Misi, 42 orang Pandu Gugus Perintis, 20 orang anggota Gugus Training Centre (Departemen Agama).

Pandu Ansor: Mediator Ketimpangan Kader
Bahwa keberlangsungan organisasi selain ditunjang oleh kekuatan ideology, juga ditunjang adanya sistem kaderisasi yang peka zaman dan tertib. Kaderisasi adalah upaya regenerasi secara sempurna karena tanpa regenerasi maka akan stagnasi dan mengalami entropi (pembusukan). Jangan sampai kepentingan pragmatis mengabaikan arti penting kaderisasi karena hal tersebut membahayakan. Soal kaderisasi merupakan investasi kemanusiaan jangka panjang.

Saat ini GP Ansor yang merupakan organisasi pemuda, namun justru banyak diisi kader berusia di atas 40-an. Banyak dari kader Ansor maupun Banser yang tidak mau beranjak ke-NU. Ketimpangan antara kader Ansor yang berusia muda dan yang senior akan menjadi persoalan tersendiri dalam interaksi kader. Maka harus ada upaya untuk memediasi ketimpagan tersebut.

Sistem kaderisasi di Ansor yang sudah ada sudah cukup baik, hanya perlu ada penekanan kembali pada kader muda yang baru hadir agar semangat mereka tetap menggelora dan Ansor menjadi wadah yang menarik untuk diikuti dan beraktualisasi diri. Dengan demikian keberadaan Pandu Ansor akan mampu menjawab tantangan internal kaderisasi di satu sisi, dan menyelamatkan para pegiat NU di masa mendatang.

Pandu Ansor Masa Kini
Gerakan Pemuda Ansor hingga saat ini terus mencoba berbenah untuk menata sistem kaderisasinya yang lebih baik dan efektif. Karena kalau mau jujur, masih banyak kendala yang dihadapi di berbagai level. Karenanya kaderisasi harus terus diupayakan secara organik agar mampu menyesuaikan perubahan sosial yang terjadi sesuai tuntutan zaman.

Pandu Ansor merupakan sebutan bagi kader dan anggota Gerakan Pemuda Ansor, yang meliputi usia 18-25 tahun. Pada kelompok kader atau anggota usia di atas 25 tahun dapat tersebar dalam struktural Ansor maupun Banser di semua tingkatan.

Proses pendidikan kepanduan Ansor ini mulai dikenalkan di lingkungan sekolah, kampus dan masyarakat umum dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka dengan prinsip-prinsip keAnsoran, ke-NU-an dan keindonesiaan, yang sasaran akhirnya penguatan aqidah Aswaja NU, pembentukan akhlak dan pemahaman Islam rahmatan lil alamin.

Pandu Ansor adalah sistem kaderisasi untuk pemula yang disesuaikan dengan keadaan, kepentingan, dan perkembangan masyarakat, dan bangsa Indonesia. Bahwa Pandu Ansor, juga merupakan gerakan yang sadar dan bertanggung jawab atas kelestarian Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Demikian pula dengan kaderisasi, dapat menyelenggarakan upaya pendidikan bagi kaum muda dengan sasaran meningkatkan sumber daya sekaligus upaya kaderisasi dan regenerasi yang sangat efektif. Mengingat kaum muda hari ini semakin hari tidak mengenal Ansor, NU, keindonesiaan.

Fakta yang ditemukan, para generasi muda mulai nasionalisme semakin luntur, spirit patriotik dan kepeduliaan terhadap sesama dan lingkungannya juga mengalami penurunan yang sangat memprihatinkan.

Singkat kata, Pandu Ansor adalah jawaban atas problematika anak-anak muda kita, mengembalikan pada jati diri keislaman dan keindonesiaan, agar tidak tergerus pengaruh arus idelogi liberal, wahabi, komunisme dan ideologi yang membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara kesatuan republik Indonesia. (*)

H Zulfikar Damam Ikwanto, Ketua PC GP Ansor Kabupaten Jombang.

Terkait

Dirosah Lainnya

SantriNews Network