Warga NU Kendeng Melawan Kekejaman Kapitalis (1)
Oleh: Ubaidillah Achmad
PARA petani kendeng yang melawan industri, adalah mereka yang terdiri dari para penyair tanpa kata dan mereka yang penuh kesungguhan menggugah kaum cerdik cendekia menghidupkan rasa dan asa jiwa anak negeri yang tidur terlelap dalam kipasan para kapitalis.
Mereka ini, adalah para Kartini yang memberikan contoh kepada anak negeri untuk mencintai lingkungan lestari dan menjaga sumber daya alam, Ibu Pertiwi. Gerakan petani kendeng merupakan sebuah gerakan yang membongkar kepalsuan janji janji kampanye para pemimpin.
Gerakan petani kendeng mampu menunjukkan kepada publik, ada beberapa pemimpin yang ketakutan terhadap dampak kebijakan Presiden Jokowi. Jika tidak berbuat salah, mengapa secara frontal gugup terhadap keputusan Presiden RI, Bapak Jiko Widodo? Secara etika, ada banyak hal yang sudah terungkap, siapa memainkan apa bersama siapa dibalik gerakan petani kendeng.
Meskipun demikian, secara formal perlu untuk memeriksa ada apa dengan ketakutan dan rasa gugup para pemimpin pasca keputusan presiden. Kapan lagi menegakkan keadilan? Para petani kendeng yang terlihat bukan terdiri dari para akademisi, pakar lingkungan, politisi, budayawan. Mereka ini penuh sahaja sebagai petani desa dan santun penuh etika, penuh semangat untuk bergerak dan menjaga lingkungan lestari serta kelangsungan sumber daya alam.
Sehubungan dengan fenomena publik sedang belajar dari petani kendeng yang terdiri para kartini Rembang dan Pati, dalam satu bulan terakhir ini, saya sering mendapatkan pertanyaan yang serupa: warga NU itu kaum kanan atau kiri? kepada beberapa penanya, saya balik bertanya: mengapa hal ini ditanyakan kepada saya? Alasannya, karena saya dianggap menjadi bagian basis kekuatan akar rumput NU di desa.
Dalam konteks pertanyaan ini saya menjawab, bahwa NU sebuah organisasi yang mengakomodir para Ulama, sehingga tidak punya hak mengintervensi pilihan terhadap masyarakat dampingan.
Secara ideologis pun, NU bukan kaum kanan dan juga bukan kaum kiri, namun membuka ruang dialog untuk kegelisahan dan kesedihan mereka yang kelelahan mempertahankan garis ideologis Islam kanan dan mereka yang kelelahan melakukan revolusi memperjuangkaan garis ideologis Islam kiri. Karenanya, sebagai warga NU tidak boleh ketakutan memenuhi undangan kaum kapitalis maupun memenuhi undangan kaum kiri.
Dalam konteks yang sama, juga tidak boleh menolak para tamu dari kedua kubu ideologis kanan dan kiri. Lalu, bagaimana posisi warga NU? Posisi warga NU pada garis jejak-jejak agama kenabian yang membenci anti-kemanusiaan, anti-keadilan, anti-persamaan. Pada setiap nilai kebenaran yang melewati ideologi tertentu akan diakui warga NU, namun banyak pandangan yang bersifat ideologis lebih berkecenderungan pada kehendak para pengendali ideologi ideologi dunia.
Mengapa dalam kasus pegunungan kendeng yang terlihat, justru muncul sikap perlawanan warga NU melawan kekejaman ideologi kapitalis? Hal ini dikarenakan sumber kekuatan pembangunan pertambangan untuk pabrik industri semen adalah kehendak ideologi kaum kapitalis, kehendak permodalan yang tidak mempertimbangkan masa depan sumber daya alam yang akan berdampak buruk pada masa depan kemanusiaan umat manusia.
Dalam konteks yang bersamaan, jika kaum kapitalis jatuh bangkrut hingga menjadi manusia paling miskin di dunia pun, maka warga NU akan menjadikannya saudara dan teman setia untuk menghibur melepaskan hari hari penuh duka.
Secara spesifik, dengan para anak cucu kaum kapitalis atau anak cucuk penguasa yang dzalim pro kapital pun, maka warga NU juga akan menerima mereka sebagai bagian dari manusia yang harus dimanusiakan.
Jadi, warga NU tidak mengajarkan kebencian kepada sesama umat manusia. Artinya, meskipun warga NU menolak sikap anti kemanusiaan, anti keadilan, dan anti persamaan, namun tidak mengajarkan untuk benci kepada sosok manusianya. Karena semua manusia menduduki tempat yang mulia di sisi Allah.
Kita semua boleh mengadili sikap anti kemanusiaan, namun tidak boleh mengadili hak kemanusiaannya. Warga NU mempunyai sikap yang jelas, mereka ini bukan pengikut ideologi kapitalis dan bukan pengikut ideologi kiri, namun juga tidak menolak hak kemanusiaan seluruh pengikut ideologi dunia.
Sehubungan dengan pertanyaan tersebut, telah menunjukkan model pembelajaran pemerintah Orde Baru yang sudah mengakar kuat. Terbukti, betapa beratnya merubah corak berfikir orde baru yang selama 32 tahun sudah menghasilkan Profesor, Dr, dan akademisi tukang untuk mendesain pola berfikir yang kerdil.
Orde Baru juga menganggap berhasil mencetak anak bangsa yang terkotak kotak sikap anti kemanusiaan dengan merefleksikan konflik dan kebencian antar sesama warga ngara. Sampai sekarang, para intelektual tukang ini pun masih banyak yang tidak berupaya untuk mengkaji arah kebijakan para pemimpin pemerintah
Sementara itu, dalam konteks yang lain, membiarkan berlangsung kekejaman ideologi kapitalisme terhadap masa depan kemanusiaan. Hanya berapa persen para intelektual yang mau berbicara secara jujur tentang masa depan Indonesia di bawah hegemoni kaum kapitalisme global. Banyak kaum intelektual yang telah disebukkan dengan scopus karya ilmiah dan sertifikasi.
Para pemimpin kita belum berani menegaskan arti penting seorang intelektual untuk masa depan Indonesia. Para pemimpin kita cenderung menikmati para intelektual yang tidak mengkritisi kebijakan dan membiarkan ancaman kapitalisme terhadap sumber daya manusia Indonesia dan sumber daya alam. Intelektual kita, lebih mengamini pesan para pemimpin meskipun berbahaya untuk kemanusiaan.
Sementara itu, Para pemimpin kita, banyak yang terbawa arah kapitalisasi sumber daya alam. Padahal, siapa yang diuntungkan? Yang jelas, yang diuntungkan bukanlah kaum intelektual dan bukan pula rayat Indonesia. Yang diuntungkan, adalah para pemodal yang secara besar-besaran memanfaatkan kesempatan untuk mengeksploitasi sumber daya manusia dan sumber daya alam. (*)
Ubaidillah Achmad, Dosen UIN Walisongo Semarang, Suluk Kiai Cebolek dan Islam Geger Kendeng.