Polemik Omnibus Law
PBNU: UU Cipta Kerja Untungkan Kapitalis, Menindas Rakyat Kecil

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj (santrinews.com/istimewa)
Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja yang baru disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020. Sebab, UU tersebut jelas merugikan rakyat kecil dan menguntungkan kapitalis.
“[UU Ciptaker] hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor, tapi menindas dan menginjak kepentingan atau nasib para buruh, petani, dan rakyat kecil,” kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj saat memberikan sambutan dalam Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta secara virtual, Rabu pagi, 7 Oktober 2020.
Sebelum UU Ciptaker ada, kata Kiai Said, Indonesia selama ini juga belum mengimplementasikan Pasal 33 UUD 1945 secara serius dan menyeluruh. Kini ditambah lagi dengan keberadaan UU Ciptaker yang semakin membuat masyarakat kecil tertindas.
Pada Pasal 33 UUD 1945 mengatur tentang segala sumber daya alam yang ada di Indonesia harus dikelola negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. “Apakah itu sudah diimplementasikan? Sama sekali tidak. Bahkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin kian miskin,” tegasnya.
Kiai Said meminta agar warga NU punya sikap yang tegas dalam menilai UU Cipta Kerja. Dia menegaskan bahwa kepentingan rakyat kecil tetap harus diperjuangkan.
“Saya berharap NU nanti bersikap. Untuk menyikapi UU yang baru saja diketok ini. Mari kita cari jalan keluar yang elegan, yang seimbang dan tawasuth. Kepentingan buruh dan rakyat kecil harus kita jamin. Terutama yang menyangkut pertanahan, kedaulatan pangan, dan pendidikan,” jelasnya.
Kiai Said lantas menyinggung tabiat politikus. Di masa pemilu, kata Kiai Said, para politikus membutuhkan suara rakyat agar terpilih. Namun ketika sudah terpilih malah menutup telinga dari aspirasi yang disalurkan masyarakat.
“Kalau sedang Pilkada, Pileg, dan Pilpres suaranya rakyat dibutuhkan, tapi kalau sudah selesai rakyat ditinggal,” kata kiai kelahiran Cirebon 69 tahun lalu ini.
“Kita harus melakukan judicial review. Harus meminta ditinjau ulang tapi dengan cara elegan bukan dengan anarkis. Kita harus bersuara demi warga NU, demi NU, dan demi moderasi dalam membangun masyarakat,” sambungnya.
Kiai Said turut menyoroti hadirnya pasal pendidikan yang termaktub dalam UU Ciptaker. Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 26 poin K yang memasukkan entitas pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha.
Kemudian pasal 65 yang menjelaskan pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Ciptaker itu.
Kiai Said menegaskan bahwa lembaga pendidikan bukanlah sebuah perusahaan. Pasal itu dinilai dapat melahirkan potensi pendidikan yang disulap sebagai sebuah entitas untuk mencari untung atau komersil.
“Kita harus melakukan judicial review. Harus meminta ditinjau ulang tapi dengan cara elegan bukan dengan anarkis. Kita harus bersuara demi warga NU, demi NU, dan demi moderasi dalam membangun masyarakat,” jelasnya. (us/red)