Gus Dur, Kiai As‘ad, dan Nabi Khidir
HM Misbahus Salam (penulis) bersama Gus Dur (santrinews.com/istimewa)
Pada saat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sedang cuci darah di Rumah Sakit, saya dan Lora Shaleh diperkenankan sowan dan masuk ke kamar Gus Dur yang sedang dirawat. Pada saat itu kurang lebih satu bulan sebelum Gus Dur pulang ke Rahmatullah.
Kami berdua diterima oleh Gus Dur dan dipersilakan duduk di kursi dan Gus Dur tetap berbaring dengan tangan diinfus, namun kondisi beliau terlihat sehat. Bahkan Gus Dur mengajak diskusi dan bercerita hal-hal yang lucu membuat kami tertawa. Sehingga kami cukup lama di ruang kamar tersebut.
Baca juga: Ilmu Kasyaf Gus Dur Membelah Langit Padang Arafah
Gus Dur juga cerita bahwa pada saat Muktamar NU 1984 di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, saat itu Gus Dur duduk bersama KHR As’ad Syamsul Arifin. Sedangkan forum Muktamar NU telah memutuskan bahwa untuk menentukan Rais ‘Am dan Ketua Umum PBNU dengan Ahlul Halli wal Aqdi tunggal yaitu KHR As’ad Syamsul Arifin.
Dengan keputusan itu tentu banyak Kiai yang mengusulkan pada Kiai As’ad. Terkait dengan penentuan itu kata Gus Dur, saya saat itu sedang bicara dengan Kiai As’ad, tiba tiba datang Kiai dari Malang dan langsung matur kepada Kiai As’ad, agar Ketua Umum PBNU diberikan pada Kiai Tholhah. Spontan Kiai As’ad dawuh “Tidak, Nabi Khidir baru saja meninggalkan tempat ini dan tetap menunjuk Gus Dur jadi Ketua Umum PBNU.
Baca juga: Imam al-Ghazali, Kiai Asad, dan Mahad Aly
Kami yang mendengar cerita ini berpikir, berarti Nabi Khidir, Kiai As’ad dan Gus Dur sebelum Kiai dari Malang itu datang sedang bincang-bincang terkait siapa yang akan menahkodai atau memimpin NU.
Bila kita ambil filosofi sufi dari cerita ini berarti Nahdlatul Ulama ini organisasi yang dijaga oleh para kekasih Allah SWT. Dulu Alm. KH A Hasyim Muzadi dawuh: NU ini punya komisaris, dan pengurus yang ada ini hanya direktur direktur yang sewaktu-waktu bisa ganti. Tapi sang pemilik NU akan selalu menjaga NU.
Dari itu Alm. KH Khatib Umar Sumberwringin Jember dawuh pada saya, “Misbah, kamu jadi pengurus NU pegang kalimat ini; Sirrul wali bil wali wa sirrul Ulama’ bil Ulama, (Rahasia wali itu yang tahu hanya orang wali dan rahasia Ulama itu juga yang tahu hanya Ulama).
Baca juga: Gus Dur, Sang Arkeolog Kuburan
Cerita ini sebenarnya mengandung makna kita harus hati-hati menjadi pengurus NU. Karena pengurus NU akan menjalankan amanah perjuangan Ulama yang notabene pewaris para Nabi. Bila sikap dan smaliah tidak sesuai dengan keinginan komisaris NU, khawatir ada keadilan Allah yang akan menimpa pada dirinya.
Semoga para pejuang dan pengurus NU dari PB hingga Kelompok Anak Ranting NU senantiasa dalam hidayah Allah dan diberi kemampuan dan keistiqamahan menjalankan amanah perjuangan NU sesuai dengan rel Khittah NU, dan tidak membawa NU ke ranah kepentingan yang tidak sesuai dengan cita-cita perjuangan NU. (*)
HM Misbahus Salam, Pengasuh Yayasan Raudlah Darus Salam Sukorejo Bangsalsari Jember.