Syekh Baha: Tempat Ulama Itu di Pesantren, Bukan di Istana
Syekh Bahauddin Walad, ayah Maulana Jalaluddin Rumi, seorang ulama besar, bersama rombongan termasuk Rumi tiba di Baghdad. Itu tahun 1218 M.
Mereka harus meninggalkan negaranya: Balkh, Afghanistan, karena perang yang semakin memporak-porandakan negara itu akibat serbuan tentara Mongol.
Mereka singgah di Khurasan dan Nisapur. Manakala sampai di Nisapur, Iran, Syekh Baha bertemu penyair dan sufi besar, Fariduddin Attar. Dalam perbincangan yang hangat antar kedua sufi paling terkemuka pada masanya itu, Syekh Attar memandangi putra Syekh Baha, Jalaluddin Rumi yang saat itu berusia 8 tahun. Lalu mengatakan kepada Syekh Baha:
ان ابنك سيضرم النار سريعا فی هشيم العالم
“Anakmu ini akan segera menyalakan api yang menghanguskan dunia”.
Apa yang dimaksud oleh penyair besar itu adalah bahwa Maulana Rumi kelak akan menjadi tokoh spiritual besar. Ia bagai api yang menyala dan membakar kotoran dunia. Ramalan Syekh Attar itu beberapa tahun kemudian terbukti.
Ketika Syekh Baha tiba di Baghdad, Syihabuddin Suhrowardi, sufi besar, sedang ada di istana Dinasti Abasiyah. Saat itu ia sedang bertamu dan berdiskusi dengan penguasa/khalifah.
Mendengar Syekh Baha Walad datang di kotanya, ia —atas permintaan Khalifah— menyambutnya sambil berharap beliau singgah dan menginap di istana untuk beberapa saat. Syekh Baha dengan halus menolaknya seraya mengatakan:
إن العلماء لا يقيمون الا فى المدرسة
“Tempat ulama adalah madrasah”.
Lalu mereka mengantar Syekh Baha di Madrasah sebagaimana yang diinginkannya.
Yang dimaksud Madrasah adalah zawiyah, khanaqah, padepokan sufi atau tempat belajar. Hari ini di sini ia bisa bermakna pondok pesantren.
Syekh Baha meneruskan perjalanannya ke Makkah untuk haji, terus ke Damaskus, Siria dan terakhir ke Anatolia, Turki.
Ia bersama keluarganya dan para santrinya sampai di Konya dan tinggal di sana, mengajar dan melayani umatnya dan menemani mereka yang hatinya luka, selama sekitar dua tahun.
Beliau wafat 1231 M. Maulana Jalaluddin Rumi, anaknya, menggantikannya, dan menjadi ikon sufi penyair terbesar. Syekh Baha meninggalkan beberapa karya, antara lain Al Asrar al Ruhiyyah dan Al Maarif al Walady fi Asrar al Ahady. Keduanya dalam bahasa Persia.
Syekh Baha dan Maulana Rumi dimakamkan di museum Maulana di bawah kubah hijau nan anggun dan antik. (*)
6 Mei 2021
KH Husein Muhammad, Pengasuh Pondok Pesantren Dar at Tauhid, Cirebon.