Dialektika Nash al-Quran dan Produk Ijtihad Ulama

Al-Quran mengajarkan “alaqah” atau relasi laki dan perempuan dan juga alaqah antara muslim dan selainnya secara berimbang, berkeadilan, toleransi, saling menghormati, saling berbagi dan saling menolong dan melindungi.
Namun, produk ijtihad seringkali lebih memposisikan perempuan dan muslim sebagai lawan, layak mendapat kekerasan, dan terdiskriminasi karena jenis kelamin dan keyakinannya. Bukan karena “kesalahan ulama”, melainkan karena mereka menurunkan teks-teks suci itu dalam konteks sosial, budaya, ekonomi dan politik ketika itu.
Maka untuk mengembalikannya, produk ijtihad yang telah dirumuskan ulama terdahulu yang muhlisin itu haruslah dikembalikan pada nilai-nilai universal al-Quran. Kemudian kita turunkan dalam konteks sosial, budaya, ekonomi dan politik yang kita hadapi sekarang di kekinian kita.
Contoh, relasi suami-istri dalam al-Quran dirumuskan dalam prinsip-prinsip: saling merestui (ridha), saling musyawarah (tasyawur), mu’syarah bi al ma’ruf, saling memahami dan memaafkan (husnu at tafahum), keseimbangan, kesetaraan, dll. Meminjam bahasa KH Faqih Abdul Kodir: prinsip mubadalah dan muwazanah.
Namun dalam produk ijtihad, dirumuskan hak kewajiban suami-istri secara kaku. Misalnya, kewajiban istri harus taat penuh kepada suaminya, kewajiban istri izin ketika keluar rumah, tidak sebaliknya, dan contoh banyak lagi lainnya termasuk di dalamnya al a’mal al buyutiyah (kerja-kerja rumah tangga). Produk ini tidak salah, mungkin karena ia dirumuskan dalam konteks sosial budaya tertentu.
Sebab itu, untuk mengembalikannya, penting menarik kembali relasi laki dan perempuan dan juga relasi muslim dan non muslim ke dalam nilai-nilai universal al-Quran dan Sunnah untuk kemudian didialogkan dengan kekinian kita.
Intinya, Jadaliyatu an-Nash wa al-Waqi’ (dialektika nash dan realitas) penting terus dilakukan. Realitas yang mana, tentu saja realitas saat ini, bukan hanya realitas masa lampau.
KH Husein Muhammad adalah sebagian dari ulama Indonesia, yang terus menerus mencoba mendialogkan nash dan ralitas. Tulisan-tulisan beliau menarik, menginspirasi, dan menyejukkan dalam dua konteks di atas, relasi laki laki dan perempuan, serta relasi muslim dan non muslim.
Wallahu A’lam. (*)
Situbondo, 25 Desember 2020
Dr KH Imam Nakha’i, Dosen Fikih-Ushul Fikih di Ma’had Aly Salafiyah-Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo.