Muktamar NU

Berlaku Pada Muktamar 2020, Pro-Kontra Ahwa Masih Panjang

Jombang – Muktamarin akhirnya bersepakat pemilihan Rais Aam PBNU melalui sistem Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa). Keputusan diambil dengan jalan voting. Hasilnya, pro Ahwa menang dengan angka tipis. Sesuai AD/ART yang disepakati, sistem Ahwa itu akan diberlakukan pada Muktamar NU tahun 2020.

Hal itu diputuskan pada Sidang Komisi Organisasi yang digelar di Pondok Pesantren Mambaul Maarif, Denanyar, Jombang, Rabu, 4 Agustus 2015.

Sidang Komisi Organisasi ini dibagi dua. Pertama, forum yang dihadiri peserta dari pengurus tanfidziyah yang membahas tentang AD/ART. Kedua, forum yang hanya diikuti oleh peserta dari syuriah. Forum yang diikuti 496 peserta dari PCNU/PWNU ini hanya membahas soal Ahwa.

Sama dengan saat sidang Pleno Tatib I sebelumnya, pro-kontra Ahwa sama-sama menyampaikan pendapatnya. Karena tak kunjung menemukan kesepakatan, akhirnya sidang menyepakati dilakukan voting. Hasilnya, 252 peserta setuju Ahwa dan 235 peserta menolak Ahwa. Sementara 9 peserta memilih abstain.

“Alhamdulillah, Ahwa menang,” kata salah satu peserta muktamar dari PWNU Nusa Tenggara Barat saat mendengar hasil sidang komisi organisasi.

Bersama dengan hasil keputusan sidang komisi lainnya yang lebih awal selesai, hasil keputusan Komisi Organisasi yang membahas Ahwa itu akan disahkan dalam sidang Pleno III (Komisi-komisi) pada Kamis besok.

Sedianya sidang pleno III pada Rabu malam, 4 Agutus 2015. Namun tampaknya pembahasan Ahwa nanti bakalan alot lagi.

Perdebatan akan muncul pada apakah keputusan itu diterapkan di muktamar kali ini atau mendatang. Sebab, dalam sidang Komisi Organisasi yang diikuti peserta dari tanfidz, soal tata cara pemilihan Rais Aam juga dibahas dan memutuskan hal berbeda dengan hasil voting jajaran syuriah.

Salah satu peserta di komisi ini, Wakil Ketua PCNU Kabupaten Nias, Sumatera Utara, Makmur Polem mengatakan, komisi organisasi memutuskan bahwa pemilihan Rais Aam periode 2015-2020 mengacu pada AD/ART NU hasil keputusan Muktamar ke-32 di Makassar tahun 2010. Soal ini diputuskan dalam Bab XVII Pasal 15 tentang Ketentuan Peralihan. Bab XVII ini semula hanya berisi satu pasal, yakni Pasal 14.

Dalam ayat 1 Pasal 15 yang diputuskan berbunyi: “1. Mengenai ketentuan pemilihan dan ketetapan sebagaimana diatur pada Bab XIV Pasal 40 akan diberlakukan setelah Muktamar ke-33”.

Nah, Pasal 40 di Bab XIV inilah soal Ahwa dijelaskan. “AD/ART ini diputuskan oleh tanfidz, sedangkan syuriah hanya memutuskan masalah agama,” tandasnya.

“2. Pemilihan dan penetapan Rais Aam dan ketua umum periode 2015-2020 mengacu pada hasil muktamar 2010 di Makassar”.

Hasil sidang Komisi Organisasi soal pemilihan Rais Am ini, terutama soal Ahwa, berlaku ketika disahkan di sidang Pleno Komisis-komisi.

Makmur memperkirakan, perdebatan panjang nanti akan terjadi pada masalah sejak kapan Ahwa ditentukan, di muktamar kali ini atau mendatang. “Di situ mungkin perdebatannya,” katanya. (shir/hay)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network