Muktamar NU
Kiai Sepuh Sepakati Sistem Ahwa di Muktamar NU

Kediri – Para kiai sepuh pengasuh pondok pesantren di Jawa Timur mengadakan pertemuan di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Rabu, 10 Juni 2015. Salah satu hasilnya mereka sepakat pemberlakuan sistem musyawarah mufakat atau Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa) dalam pemilihan Rais Aam PBNU pada Muktamar. ke-33 NU di Jombang, 1-5 Agustus 2015 mendatang.
“Jadi nantinya ada sistem perwakilan dan ini ada dalam AD/ART yaitu musyawarah mufakat dan langsung, dan kami inginkan yang pertama, musyawarah mufakat,” kata juru bicara kiai sepuh, KH Anwar Iskandar.
Ditemui usai pertemuan, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Ngasinan Rejomulyo Kediri, ini menjelaskan, kesepakatan itu akan dibawa ke Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU pada 14-15 Juni ini di Jakarta agar direkomendasikan pada muktamar.
“Pikiran para kiai ini akan disampaikan dalam munas, namanya Munas Alim Ulama. Itu nantinya membahas tentang materi-materi yang akan diputuskan di muktamar,” tandasnya.
Menurut Kiai Anwar, mekanisme Ahwa dalam pemilihan rais aam maupun ketua umum tanfidziyah PBNU disepakati untuk menghindari perpecahan antar kiai. “Mekanisme ini mengeliminir potensi perpecahan yang terjadi setelah pemilihan,” tegasnya.
Menurut dia, ada beberapa alasan mengapa para kiai mengusulkan mekanisme ini. Selain legal karena diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, sistem itu digunakan oleh pemimpin-pemimpin dunia setelah Nabi Muhammad wafat.
Sistem ini pula yang dipergunakan pada Muktamar NU di Situbondo pada 1984, yang melahirkan duet kepemimpinan KH Ahmad Shiddiq sebagai rais aam dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai ketua umum tanfidziyah PBNU
Selain itu, sistem Ahwa ini juga diputuskan untuk menjaga muruah (harga diri) dan martabat para ulama sebagai pemegang amanat tertinggi NU.
Selain itu, kata dia, sistem ini dinilai juga lebih menjamin kemaslahatan serta menghindari hal yang tidak baik menurut agama, seperti politik uang ataupun perpecahan di antara ulama.
Kiai Anwar mengklaim metode pemilihan ini telah didukung oleh sebagian kiai di Jawa Tengah dan mayoritas kiai sepuh di Jawa Timur. Mereka akan membawa usulan ke musyawarah nasional ulama sebelum pelaksanaan muktamar. “Kita berharap munas alim ulama bisa menyepakati usulan ini untuk diterapkan dalam muktamar,” katanya.
Pertemuan itu dihadiri sejumlah kiai sepuh, diantaranya KH Anwar Manshur, KH Kafabihi Mahrus dan KH Habibuloh Zaini (tuan rumah), KH Zainuddin Jazuli, KH Nurul Huda Jazuli (Pesantren Ploso Kediri), dan KH Miftahul Akhyar (Pesantren Miftahussunnah Surabaya/Rais Syuriah PWNU Jatim).
Hadir pula KH A Musthofa Bisri (Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang, Jawa Tengah/Rais Aam PBNU), KH Ma’ruf Amin (Banten), KH Maimoen Zubair (Pesantren Sarang, Rembang), KH M Subadar (Pesantren Besuk, Pasuruan), KH Idris Hamid (Pesantren Salafiyah Pasuruan), KH Anwar Iskandar (Pesantren Al Amin, Ngasinan, Kediri), dan sejumlah kiai sepuh lainnya. (ahay)