Muktamar NU
Bersama Kiai Sepuh, Rais Syuriah PWNU Jatim Dukung AHWA
Surabaya – Rais Syuriah PWNU Jawa Timur KH Miftachul Akhyar menyerukan kepada muktamirin (peserta muktamar) untuk menggunakan sistem Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) atau musyawarah untuk mufakat dalam pemilihan Rais Aam PBNU pada Muktamar Ke-33 NU di Jombang, 1-5 Agustus. Alasannya, AHWA ini merupakan ruh dari NU yang berdasar pada musyawarah mufakat.
“Musyawarah mufakat dan kebersamaan itu merupakan jati diri NU,” kata Kiai Miftah usai silaturrahmi bersama kiai sepuh, di Kantor PWNU Jatim Jalan Masjid Al Akbar Timur 9 Surabaya, Kamis, 30 Juli 2015.
Ada 22 kiai sepuh hadir dalam silaturrahmi tersebut. Mereka adalah KH Maemun Zuber (Sarang), KH Anwar Mansur (Lirboyo), KH Nurul Huda Djazuli (Ploso), KH Mas Manshur Thalhah (Surabaya), KH Masbuchin Faqih (Gresik), KH Mas Ahmad Subadar (Pasuruan), dan KH Suyuthi Thoha (Banyuwangi), KH Abdullah Kafabihi Machrus (Lirboyo), KH Zainuddin Djazuli (Ploso, Kediri), KH Miftakhul Akhyar (Surabaya), KH Idris Hamid (Pasuruan), KH Mujib Imron (Pasuruan), KH Jakfar Yusuf (Sampang), KH Syafrudiin Wahid (Sampang), KH Mahrus Malik (Sampang), KH Syafruddin Syarif (Probolinggo), KH Nashruddin (Tuban), KH Romadhon Khatib (Malang), KH Abdullah (Batu), KH Anwar Iskandar (Kediri), KH Abdul Qodir Syamsul Arifin dan KH Cholil As’ad Syamsul Arifin (Situbondo).
Didampingi pimpinan rapat KH Anwar Iskandar (Kediri), ia menjelaskan banyak pimpinan NU yang tidak paham dengan AHWA, karena itu dirinya sudah menyampaikan soal AHWA ke NTB, Kalimantan, Makassar, dan sebagainya. “Awalnya memang keberatan, tapi setelah paham akhirnya menerima,” katanya.
Menurut Kiai Miftah, para ulama dalam silaturrahim itu juga sudah menetapkan delapan nama ulama sepuh (senior) untuk diusulkan sebagai anggota AHWA dalam Muktamar Ke-33 NU.
Ke-delapan ulama sepuh dimaksud adalah KH Maemun Zuber (Sarang), KH Anwar Mansur (Lirboyo/Kediri), KH Anwar Iskandar (Kediri), KH Nurul Huda Djazuli (Ploso/Kediri), KH Mas Subadar (Pasuruan), KH Nawawi Abdul Djalil (Pasuruan), KH Ma’ruf Amin (Jakarta), dan KH Agoes Ali Masyhuri (Sidoarjo).
“Mereka dipilih sesuai kriteria yang ada, diantaranya alim, mutawari, memiliki kemampuan, mukhlis, dan memiliki ketajaman hati. Akhirnya, kami pilih delapan nama dari sembilan nama yang diatur dalam rancangan mekanisme AHWA untuk Muktamar NU,” katanya.
Ia juga memastikan penerapan ini NU ini murni untuk menjaga marwah NU sebagai ormas Islam. Tidak ada kaitannya dengan jegal menjegal calon lain yang akan maju sebagai Rais Aam Ketua Umum PBNU. Tentunya, keputusan final tergantung di forum Muktamar nanti.
Langkah ini, menurut dia, adalah upaya terbaik sehingga tidak perlu ditunda-tunda lagi akan digunakan pada Muktamar setelahnya. “Ini kan perbuatan baik. Kenapa harus ditunda-tunda. Ya harus dilakukan sekarang,” katanya.
Sehari sebelumnya, Ketua PWNU Jatim KH Hasan Mutawakkil Alallah menyatakan netral terkait sistem pemilihan Rais Aam PBNU, antara melaui sistem AHWA atau voting. “PWNU Jatim tidak dukung AHWA atau voting,” kata Kiai Mutawakkil. (ahay)