Pilpres 2014
Aliansi Santri Jatim: Prabowo-Hatta Anti Santri, Pro Wahabi

Aliansi Santri Jawa Timur gelar aksi demo di depan Kantor DPW PKS Jatim, Jalan Gayungan Surabaya (dok/santriews.com)
Surabaya – Aliansi Santri Jawa Timur kembali mendatangi Kantor DPW PKS Jatim di Jalan Gayungan Surabaya, Jumat sore, 4 Juli 2014. Kali ini dalam jumlah yang lebih banyak. Mayoritas santri berasal dari Pondok Pesantren Bumi Shalawat, Tulangan Sidoarjo.
Koordinator Aliansi Santri Jawa Timur, Zainuddin menyayangkan sikap elit PKS yang tidak tegas memberikan sanksi kepada kadernya yang melecehkan peran para ulama dan santri.
“Sampai detik ini pihak PKS dan Tim pemenangan Prabowo-Hatta yang mengklaim didukung oleh para santri dan kiai tidak banyak bicara soal Fahri Hamzah dan terkesan membiarkan anggota tim pemenangannya menghina dan menyakiti santri,” tegasnya.
Aksi demo tersebut buntut dari pernyataan Wakil Sekjend DPP PKS Fahri Hamzah melaui akun twitternya yang dinilai melecehkan santri.
“Jokowi janji 1 Muharam hari santri. Demi dia terpilih, 360 hari akan dijanjikan ke semua orang. Sinting!,” Fahri berkicau di akun twitternya pada 27 Juni 2014 sekitar pukul 10.40 WIB.
Fahri Hamzah adalah salah satu anggota Tim Pemenangan Prabowo-Hatta. “Hal ini menguatkan dugaan kami bahwa Prabowo-Hatta anti santri dan pro Wahabi karena didukung oleh PKS,” tuding Zainuddin, alumni Pondok Pesantren Lirboyo ini.
Dia menegaskan, dalam sejarah dicatat bahwa santri memiliki peran penting yang turut memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Salah satu bentuk perjuangan yang mungkin hanya sedikit atau bahkan hanya diketahui oleh segelintir orang adalah tentang resolusi jihad.
“Resolusi jihad adalah pernyataan yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU). Salah satunya oleh KH Hasyim Asy’ari, Pendiri Pondok Pesntren Tebuireng Jombang sebagai bentuk pernyataan perlawanan terhadap penjajah melalui peperangan non diplomasi,” ujarnya.
Fatwa resolusi jihad itu, sambung dia, dilatarbelakagi oleh keinginan Belanda untuk menguasai kembali Tanah Air setelah Jepang kalah dalam perang melawan sekutu. Pada saat itu Belanda mendompleng NICA dan mengajak Ir. Soekarno untuk melakukan perundingan dan Soekarno pun mengamininya.
“Namun kaum santri khususnya Jawa Timur menilai diplomasi yang dianggap menguntungkan pihak Belanda tersebut tidak disetujui dan ditentang keras,” tandasnya. Alasannya menurut para ulama, kemerdekaan harus diperjuangkan oleh seluruh rakyat Indonesia termasuk kaum santri.
Dia menilai, peran sentral ulama-santri pada masa revolusi kemerdekaan tersebut saat ini justru telah dipinggirkan. Perjuangan para santri di medan perang tidak pernah diakui.
“Ironisnya lagi ketika ada salah satu calon presiden yang akan memperjuangkan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional untuk mengenang jasa para ulama dan santri justru dianggap ide sinting,” pungkasnya. (jaz/onk)