Diskusi LPBI NU Cari Solusi Asap yang Tak Kunjung Lenyap

Jakarta – Pengurus Pusat Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI-NU), Selasa, 13 Oktober 2015, mengadakan Diskusi Publik bertajuk Mencari Solusi Asap yang Tak Kunjung Lenyap.

Diskusi yang berlangsung di Gedung PBNU Jakarta Pusat ini dihadiri oleh lebih kurang 120 peserta yang berasal dari berbagai instansi pemerintah, ormas, perusahaan swasta, LSM/NGO, serta institusi pendidikan.

“Diskusi ini diselenggarakan untuk mencari solusi bersama antar pemangku kepentinganterkait asap yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan, sehingga peristiwa tahunan tersebut dapat segera diatasi dan dicarikan solusi yang permanen,” kata Ketua PP LPBI NU, M Ali Yusuf, saat menyampaikan pidato sambutannya.

Menurut Ali, sudah lebih dari dua bulan semua pihak terutama pemerintah disibukkan oleh adanya kabut asap yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan akibat kebakaran hutan dan lahan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghentikannya, namun hingga saat ini kabut asap belum sepenuhnya hilang. Beberapa negara tetangga saat ini sudah memberikan bantuan untuk menghentikan asap tersebut.

Dampak adanya dari asap tersebut adalah meningkatnya penyakit ISPA, lumpuhnya pelayanan publik, matinya sektor jasa, berhentinya kegiatan pendidikan dan pemenuhan kebutuhan dasar yang terancam.

Bahkan kabut asap menyebar ke beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Total kerugian yang ditimbulkan oleh bencana asap saat ini diperkirakan sebesar 400 triliun rupiah.

Menurut Ali, yang harus dilakukan saat ini selain melakukan pemadaman api dan menghentikan asap adalah penanganan secara serius dan massif dampak yang ditimbulkan oleh bencana terutama gangguan kesehatan agar segala penyakit diderita warga akibat asap dapat segera diobati dan dipulihkan kesehatannya.

“Agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi di masa yang akan datang, diperlukan langkah-langkah strategis dan mendasar, di antaranya penegakan hukum, sinkronisasi kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Daerah,” tegasnya.

Selain itu, juga perlu ada kaji ulang tata kelola lahan, audit kepatuhan perusahaan pengelola lahan terkait sistem dan peralatan untuk menangani kebakaran.

Hal yang lebih penting, sambung Ali, adanya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan upaya pengurangan risiko bencana karhutla berbasis masyarakat.

“Juga harus ada upaya peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam melakukan penanggulangan bencana karhutla,” tandas Ali.

Hal itu, menurut Ali, penting karena dalam penanganan karhutla saat ini Pemerintah Daerah seakan-akan lepas tangan karena hampir semua sumberdaya dimobilisasi oleh dan dari Pemerintah Pusat.

“Jika langkah-langkah tersebut secara serius dan segera dilakukan, tahun depan kita masih bisa berharap bencana asap tidak akan separah seperti sekarang ini,” pungkas Ali.

Diskusi yang dipandu oleh Giorgio Budi Indarto itu menghadirkan para pembicara, antara lain Ir Sunarno, M.P (Kasubdit Pemadaman dan Penanganan Dampak Pasca Kebakaran Hutan KLHK), Ir Taufik Kartiko, M,Si (Direktur Penanganan Pengungsi BNPB), Dr Togu Manurung (Forest Watch), Raynaldo Sembiring, SH (Indonesian Center for Enviromental Law/ICEL) dan Dr. Soewarso (PT Sinar Mas). (us/onk)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network