Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi Jelaskan Sengkarut di Timur Tengah

Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi (jas hitam) bersama narasumber dan panitia seminar. (santrinews.com/han)
Surabaya – Gejolak bahkan bentrok fisik berkepanjangan dengan menelan banyak korban yang terjadi di Timur Tengah bila diurai, bukan lantaran pertentangan antar sekte seperti ramai dibincang kalangan. Konflik ini terjadi karena adanya campur tangan pihak asing yang pastinya memiliki kepentingan tersendiri.
Penjelasan ini disampaikan Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi saat menjadi pembicara seminar internasional di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA), Senin, 7 Maret 2016. Selanjutnya Ketua Ikatan Ulama Suriah ini mengemukakan kemunculan aksi reformasi pemberontakan juga tidak jauh dari campur tangan sejumlah kalangan yang memang tidak menginginkan Timur Tengah aman. “Kalau boleh jujur ini merupakan campur tangan pihak asing,” jelasnya.
Pihak asing tidak sendiri dalam memperkeruh keadaan. Baginya, media massa yang seharusnya menjadi alat untuk penyampaian fakta yang sebenarnya, namun hal itu tidak berlaku di Timur Tengah. “Media di sana bukan menyampaikan berita, namun membuat berita. Hal ini yang memperparah konflik yang terjadi di Timur Tengah,” ungkapnya. Atas dasar hal ini, ia berpesan agar masyarakat khususnya kaum muslimin berhati-hati serta bersikap selektif terhadap kabar yang muncul.
Mengenai banyaknya kabar di internet yang tersebar di jejaring sosial seperti facebook maupun twitter, ia juga ikut berkomentar. “Kebanyakan dari mereka mengecam ulama sejati semisal Syaikh Ali Jumu’ah. Bahkan yang lebih kejam, mereka tega membunuh Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi,” jelasnya. Tujuan kelompok ini sebenarnya agar masyarakat tidak percaya lagi kepada ulama, khususnya yang tergabung di Rabithatul Ulama fi Biladil Syam.
Sejumlah ulama yang tergabung di organisasi ini justru yang menjadi objek hinaan bahkan sasaran teror kalangan yang menyebut dirinya sebagai mujahid tersebut, lanjutnya.
Terhadap beberapa ancaman tersebut para ulama tidak takut. “Kami bukan ulama pengecut. Akan kami hadapi walaupun nyawa jadi taruhan,” tegasnya di hadapan civitas akademika kampus UINSA tersebut.
Kondisi ini diperparah dengan kemunculan tokoh agama yang juga diperalat pihak asing. “Ada juga sejumlah umala atau ulama yang menjadi agen yang hidup di bawah sponsor yang turut campur dalam konflik,” terangnya.
Karena sebelum ada kejadian “reformasi” di Suriah seperti saat ini, banyak umala yang menyerukan untuk berjihad ke Syiria, bahkan tidak sedikit yang memfatwakan agar membunuh ulama di sana.
Terkait kemunculan kalangan “reformis”, di negaranya Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi mengatakan hal tersebut diawali dengan munculnya ISIS. “Saya bingung dari mana datangnya ISIS ini,” tuturnya. Bahkan putra ulama Suriah, Syaikh Said Ramadhan Al-Buthi ini memastikan bahwa ayahnya wafat karena dibunuh kelompok yang mengatakan mereka sebagai mujahid.
Sekedar diketahui, sebenarnya di Suriah pluralitas terjaga dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya rasa saling menghormati antara kelangan Sunni, Syiah, Alawiyin, Yahudi, Kristen ortodoks dan kalangan lain.
Di akhir paparannya, Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi berpesan agar selektif dalam memilah berita dengan tidak mudah menyebarkannya. Khusus kepada para ulama dan kiai, agar dalam melihat suatu permasalahan baik politik, sosisal dan sebagainya agar selalu berlandaskan pada hukum syariat yang ditetapkan. “Jangan terlalu cepat memberikan fatwa,” pesannya. Sebaiknya melihat kepada kitab-kitab dahulu karena saat ini kiai maupun ustadz hanya karena penampilan. “Kami mohon kepada para ulama, kiai dan cendekiawan agar bersikap sesuai dengan maqashid syariah. Sebab dengan seperti itu akan menjamin salamatul bilad wal ibad,” pungkasnya.
Seminar internasional ini hasil kerdjasama Psscasarjana UINSA dan Ikatan Alumni Syam Indonesia (Al-Syam) yang dihadiri mahasiswa maupun dosen kampus setempat, serta kalangan luar. Di akhir acara ada nota kesepahaman yang berisi tawaran beasiswa, pertukaran mahasiswa maupun dosen yang ingin meneruskan studi ke Suriah. (Hanan)