Kasus ’65 Dibawa ke Mahkamah Internasional, PBNU: Belanda Mestinya Berkaca Diri

Surabaya – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menanggapi santai terkait rencana Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, menggelar sidang pelanggaran HAM Kasus G 30 S/PKI 1965 yang melibatkan para jenderal TNI dan para kiai Nahdlatul Ulama (NU) sebagai tersangka pada 10-13 November 2015.

Wakil Rais “˜Amm PBNU, KH Miftachul Akhyar menyatakan tak gentar dengan rencana pengadilan internasional yang diprakarsai oleh International People’s Tribunal (IPT).

“Ini bagian dari tantangan dan risiko yang harus dihadapi NU. Tapi juga jadi pertanda martabat NU akan terangkat asal NU terus berikhtiar menghadapi ini,” kata Kiai Miftah, Kamis 5 November 2015.

Mantan Rais Syuriah PWNU Jatim ini menilai manuver yang dilakukan IPT untuk mencari sensasi. Apalagi dipilihnya Belanda sebagai Pengadilan Internasional juga patut dipertanyakan karena Belanda pernah menjajah Indonesia selama 3,5 abad dengan pelanggaran HAM yang lebih berat.

“Belanda tak patut jadi tempat pengadilan internasional karena Belanda pernah melakukan pelanggaran HAM lebih berat di Indonesia. Harusnya Belanda berkaca diri jika mau jadi polisi dunia,” ujar dia.

Ia juga mempertanyakan mereka yang mengatasnamakan pejuang HAM, namun apa yang sudah mereka perbuat untuk bangsa Indonesia.

“Harusnya mereka sadar bahwa kasus ini justru akan berbalik karena rakyat Indonesia sudah tahu bagaimana para ulama dan kiai NU berjuang mati-matian membela dan mempertahankan NKRI,” paparnya.

Terkait itu, PBNU mendesak Presiden Joko Widodo agar bersikap tegas, karena menyangkut nama Indonesia di mata dunia.

“Presiden Joko Widodo harus bersikap, bahwa kasus G 30 S/PKI adalah kasus internal bangsa Indonesia dan tidak perlu campur tangan dunia internasional karena Indonesia bisa menyelesaikan sendiri,” tegasnya.

Senada, pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Suparto Wijoyo menilai orang-orang yang menuduh seolah-olah kiai NU, Banser, Ansor maupun TNI bersalah dalam kasus G 30 S/PKI 1965 adalah salah besar dan memahami sejarah.

“Justru, yang dilakukan NU adalah respons untuk penyelamatan bangsa dan NKRI, “ kata Suparto. (jaz/Viva)

Terkait

Nasional Lainnya

SantriNews Network