Mereduksi Pancasila, Tujuh Ormas Keagamaan Tolak RUU HIP
Tujuh Ormas Keagamaan menyatakan sikap bersama menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) di Kantor PP Muhammadiyah Jakarta (santrinews.com/uswah)
Jakarta – Tujuh Ormas keagamaan di Indonesia membuat menyatakan sikap berrsama terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang tengah dibahas DPR. Mereka bersepakat bahwa Pancasila adalah dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum di Republik Indonesia.
Tujuh ormas itu adalah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Komisi HAK Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi), dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin).
Pernyataan pertama, Pancasila adalah dasar negara dan sumber segala sumber hukum negara Republik Indonesia. Secara konstitusional kedudukan dan fungsi Pancasila sudah sangat kuat, sehingga tidak memerlukan aturan lain yang berpotensi mereduksi dan memperlemah Pancasila.
“Kedua, bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar negara adalah sebagaimana termaktub dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,” kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti membacakan pernyataan bersama tersebut, saat konferensi pers menyampaikan pernyataan bersama di Auditorium KH Ahmad Dahlan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Jumat, 3 Juli 2020.
Ia menyampaikan, rumusan-rumusan lain yang disampaikan oleh individu atau dokumen lain yang berbeda dengan Pembukaan UUD 1945 adalah bagian dari sejarah bangsa yang tidak seharusnya diperdebatkan lagi pada masa kini.
“Karena berpotensi menghidupkan kembali perdebatan ideologis yang kontra produktif,” tegasnya.
Menurut Mu’ti, yang lebih diperlukan bangsa saat ini adalah internalisasi dan pengamalan Pancasila dalam diri dan kepribadian bangsa Indonesia, serta implementasi Pancasila dalam perundang-undangan, kebijakan, dan penyelenggaraan negara.
“Ketiga, bahwa pemerintah menyatakan menunda pembahasan RUU HIP, oleh karena itu DPR hendaknya menunjukkan sikap dan karakter negarawan dengan lebih memahami arus aspirasi masyarakat dan lebih mementingkan bangsa dan negara di atas kepentingan partai politik dan golongan,” ujarnya.
Keempat, saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi wabah pandemi Covid-19 serta berbagai dampak yang ditimbulkan terutama sosial dan ekonomi.
Karena itu, lanjut Mu’ti, semua pihak hendaknya saling memperkuat persatuan dan bekerja sama untuk mengatasi wabah pandemi Covid-19 dan dampak yang ditimbulkannya serta menjaga situasi kehidupan bangsa yang kondusif, aman, dan damai.
Penyampaian pernyataan bersama ini dihadiri Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini, Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KWI Romo Agustinus Heri Wibowo, dan Sekretaris Umum PGI Pendeta Jacky Manuputty.
Hadir juga Ketua Umum Matakin Xs Budi S Tanuwibowo, tokoh PHDI KS Arsana, dan tokoh Permabudhi Pandita Citra Surya.
RUU HIP usulan DPR ini menjadi polemik di tengah masyarakat karena dianggap memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila.
Selain itu, RUU HIP tidak mencantumkan Tap MPRS XXV Tahun 1996 yang melarang ajaran komunisme dalam konsideran.
Sekretaris Jenderal PBNU H Helmy Faishal Zaini mengatakan, perumusan Pancasila melalui proses yang sangat luar biasa.
Bagi NU, Pancasila merupakan titik temu adanya berbagai macam perbedaan pendapat, ras, dan golongan. Pada Munas Alim Ulama NU tahun 1983 di Situbondo menyatakan konsepsi kebangsaan kenegaraan bahwa Pancasila dan NKRI adalah bentuk final.
“Maka dalam konteks itu kita semua dikagetkan dengan munculnya perdebatan tentang RUU HIP, menurut hemat kami kalau ini (RUU HIP) diteruskan maka akan melahirkan satu keadaan yang kontraproduktif di tengah situasi kita sedang menghadapi Covid-19,” kata Helmy. (red)