NU Surabaya Bahas Tujuh Masalah Keagamaan
Surabaya – Istilah “hajat” dalam meringkas shalat atau jama’ menjadi salah satu diantara tujuh permasalahan keaagamaan yang akan dibahas oleh sejumlah kiai, aktifis bahtsul masail dan utusan pesantren se-Surabaya, pada tanggal 31 Mei 2015 mendatang.
“Hal ini berangkat dari penjelasan seperti dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin bahwa ada redaksi yang menyatakan bolehnya melakukan shalatjama’ karena unsur hajat,” kata Sekretaris PC LBM NU Kota Surabaya Ustadz Ahmad Muntaha, AM, di Surabaya, Ahad 10 Mei 2015.
Nah, ibarot tersebut, lanjut Muntaha, kemudian memunculkan spekulasi atau penafsiran subyektif terkait dengan pemahaman hajat.
“Yang menjadi pertanyaan apakah maksud istilah hajat dalam teks tersebut, dan sejauh mana batasannya?” kata Ustadz Muntaha. Apakah semisal ketika menjadi pengantin atau hajatan lain, bisa disebut hajat yang membolehkan jama’ fi hadhar atau shalat jama’ di rumah, Demikian pula apakah supporter yang menonton pertandingan sepak bola di stadion yang sering tidak bisa shalat tepat waktu juga dibolehkan shalat jama’ karena dalih hajat,” paparnya.
Metode pembelajaran al-Qur`an juga menjadi perbincangan. “Metode pembelajaran al-Qur`an semakin berkembang pesat dan bervariasi,” katanya. Dalam perjalananya, ada salah satu metode pembelajaran yang cukup ketat membatasi pengajar dan santrinya, yaitu selama masih mengajar dan belajar dengan metode tertentu, tidak boleh mengajar dan belajar dengan metode lain.
“Di suatu tempat, banyak anak belajar di dua lembaga, sekolah formal dan TPQ, yang mempunyai metode pembelajaran al-Qur`an berbeda,” ungkapnya. Terhadap pembatasan penggunaan metode dan guru pembelajaran al-Qur’an, bagaimanakah dalam pandangan para ulama.
Ada juga pembahasan seputar penggunaan inventaris masjid untuk urusan lain. Karena dalam sebuah kitab khususnya Fathul Mu’in diterangkan bahwa sangat dilarang menggunakan milik masjid untuk kegiatan lain. “Semisal tikar dan berbagai barang milik masjid digunakan atau dipinjamkan untuk umum seperti acara tahlilan, kenduri, dan semisalnya, bagaimanakah hukumnya?” tandas Ustadz Muntaha.
Bertempat di Masjid Baitu Ilmin jalan Girilaya Kecamatan Sawahan. kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Pengurus Cabang Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (PC LBM NU) Kota Surabaya.
“Setidaknya ada tujuh masalah yang akan dibahas pada pertemuan rutin tersebut,” ujarnya kepada SantriNews.com, di Surabaya.
Sejumlah masalah tersebut adalah kiriman dari kepengurusan NU setempat. “Ketika tidak bisa dituntaskan di ajang bahtsul masail tingkat MWC NU setempat, maka dilimpahkan ke tingkat PCNU Surabaya,” katanya.
“Ada juga sejumlah masalah yang memang ingin mendapatkan pandangan dari para peserta dan kiai,” pungkasnya. (saif/ahay)