NU Kukuh Pertahankan NKRI, Ini Alasan Gus Azhar Shofwan
Surabaya – Mengapa Nahdlatul Ulama kukuh menerima Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI dan tidak bisa ditawar? Bahkan siapa saja yang berkeinginan mengubahnya, akan berhadapan dengan NU.
Hal inilah yang menjadi pembahasan dalam diskusi rutin Pimpinan Wilayah Aswaja NU Center Jawa Timur, Sabtu 2 Mei 2015. Berlangsung di perpustakaan PWNU Jatim dari jam 14.00 hingga 16.00 WIB. Narasumber yang dihadirkan adalah Ketua PW Lembaga Bahtsul Masail NU Jawa Timur KH Ahmad Azhar Shofwan.
Bagi Kiai Azhar, setidaknya ada tiga alasan mendasar yang akhirnya menjadikan NU tetap berkomitmen untuk menjadikan NKRI sebagai harga mati. Bagi NU, negara bukanlah sebagai tujuan. “Selama negara bisa menjamin bagi terlindunginya lima hal pokok atau ushulul khams, maka sudah seharusnya keberadaan negara didukung,” katanya.
Kelima hal pokok tersebut adalah terjaganya akal, agama, harta, keturunan serta jiwa atau nyawa. Sehingga, tujuan hakiki dari sebuah negara adalah maslahah “˜ammah atau kemaslahatan publik, tanpa harus mempersoalkan bentuk dari negara yang ada.
Pertimbangan kedua adalah, secara substantif keberadaan NKRI sesuai dengan syariat. “Karena dalam praktiknya, masyarakat muslim atau warga negara bisa menjalankan syariat Islam secara penuh,” katanya. Kiai Azhar, memerinci bahwa selama ini banyak undang-undang atau peraturan di negara Indonesia yang bisa mengakomodir pelaksanaan syariat Islam.
“Seperti berlakunya undang-undang perkawinan, waris, zakat, juga pengelolaan fakir dan miskin,” katanya. Bahkan untuk yakng terakhir ini yakni penanganan fakir miskin di tanah air sesuai dengan tatanan yang disyariatkan dalam Islam,” lanjutnya.
“Yang ketiga adalah NU menyadari akan kebhinekaan dari bangsa Indonesia, karenanya menghadapi keberagaman itu harus dihadapi dengan arif agar kemajemukan yang ada bisa terjaga dengan baik,” terangnya. Karenanya, NKRI menjadi solusi terbaik bagi upaya menebarkan rasa aman dan damai, tanpa harus ada pihak yang diciderai.
Dalam pandangan pengasuh bahtsul masail di sejumlah media ini, bagi NU formalisasi syariah apalagi dalam bentuk negara tidaklah penting. “Yang lebih penting adalah bagaimana rasa aman dan nyaman dalam menjalankan syariat bisa terlindungi dengan baik oleh negara,” tandasnya.
Di akhir pemaparannya, Gus Azhar mengemukakan bahwa titik tekan sebuah negara adalah bagaimana hukum Islam dapat teraplikasi secara penuh dalam kehidupan sehari-hari, tanpa mempersoalkan status negaranya.
Diskusi ini merupakan kegiatan mingguan yang diselenggarakan PW Aswaja NU Center Jawa Timur. Para peserta adalah utusan dari pengurus setempat dan juga dihadiri masyarakat umum yang ingin mendalami masalah keaswajaan dalam banyak sudut pandang.
“Untuk Sabtu depan, kami akan menghadirkan Ustadz Ma’ruf Khozin dengan tema bahasan seputar ijtihad ulama NU dalam menerima Pancasila dan demokrasi,” kata Ustadz Ahmad Muntaha, AM, koordinator Kajian Islam ala Ahlus Sunnah wal Jamaah atau Kiswah. (saif/ahay)