Haul Gus Dur ke-5
Sosok Gus Dur Dalam Kenangan Tokoh Lintas Agama

KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (santrinews.com/kompas)
Surabaya – Lima tahun lalu, sosok kontroversial itu meninggalkan bangsa ini. Ribuan orang berduyun-duyun mengantarnya ke pembaringan terakhir. Setiap orang seperti kehilangan anekdot kebahagiaan “gitu aja kok repot”.
Gus Dur – panggilan akrab KH Abdurrahman Wahid – Presiden Republik Indonesia ke-5 ini, merupakan dengan segala sisi, gagasan, dan tingkah laku yang tidak lazim. Gus Dur bagi zamannya dianggap sosok yang nyeleneh, kiai yang mencapai tingkat kewalian, dan atau Presiden yang membebaskan istana negara dari keangkeran.
Lima tahun lalu, Gus Dur meninggalkan bangsa ini. Tapi cerita dan jejaknya seolah tidak mau pergi. Terutama bagi umat Islam, terutama lagi bagi mereka yang tertindas. Karena selama ini, sosok dan sepak terjang Gus Dur tidak bisa dilepaskan dari suara-suara pembelaan untuk yang tertindas.
Di Klenteng Boen Pio, Surabaya, Sabtu kemarin, 13 Desember 2014, beberapa tokoh dari berbagai agama dan kepercayaan berkumpul untuk mengenang kembali serta membicarakan sepak terjang dan ajaran-ajaran kemanusiaan Gus Dur. Mereka diantaranya; Inayah Wahid (putri bungsu Gus Dur), Pdt. Simon (Tokoh Kristen), Viki Irawan (Tokoh Konghuchu), A Rubaidi (Direktur Forum Lintas Aagama/FLA), Hasan Aminuddin (Anggota DPR RI), dan tokoh lainnya.
Mereka berkumpul dalam acara untu memperingati haul ke-5 Gus Dur dengan tajuk “Pemikiran Nyentrik Abdurrahman Wahid dari Pesantren Hingga Parlemen Jalanan”. Acara yang disiarkan tunda oleh stasiun televisi swasta Surabaya ini dibuka oleh cerita Inayah akan sosok Sang Bapak.
Bagi Inayah, Gus Dur bukanlah sosok yang kontroversial, seperti yang dipersepsikan masyarakat umum selama ini. Gus Dur, bagi Inayah, adalag sosok yang memiliki gagasan yang sering melawan arus. “Karena itu, Bapak hadir kontroversi. Karena gagasan Bapak sering keluar dari pakem dan melawan arus,” tutur Inayah dengan mata berkaca-kaca.
Sedangkan Viki Irawan menceritakan pengalamannya menginap di istana negara. Sewaktu Gus Dur menjabat Presiden RI, dia satu-satunya orang Tionghoa yang pernah menginap di istana. Selama di istana inilah, Gus Dur mengajaknya berdiskusi tentang banyak hal.
Salah satu hasil diskusi yang cukup berkesan adalah keputusan Gus Dur untuk mengakui Konghuchu sebagai agama yang “resmi” di antara agama negara lainnya.
Gus Jakfar alumni Pondok Pesantren Ploso, Kediri menceritakan tentang ramalan almarhum Gus Miek. Tokoh kharismatik dan nyeleneh ini pernah berujar langsung kepada Gus Dur, “jika kau hidup hingga tahun 2000, selamatlah negara bangsa ini”.
“Dan ketika Gus Dur jadi presiden, para santri tidak kaget lagi. Dan Indonesia tidak jadi terdesintegrasi,” tegas Gus Jakfar.
Hari itu, Gus Dur memenuhi janjinya untuk bertandang ke Klenteng Boen Pio lewat narasi para pecintanya. Tapi di tempat lain, dia mungkin hadir dengan narasi dan kerinduan yang lebih lirih. (set/onk)