Kandidat Ketua Umum PB PMII
Visi Baru PMII ala Miftakhul Aziz

Miftakhul Aziz, kandidat ketua umum PB PMII (santrinews.com/dok)
Jambi – Miftakul Azis, kandidat ketua umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menegaskan, ke depan PMII harus mampu secara tepat dalam melihat keadaan dan memposisikan dirinya ke dalam arus perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam konteks masyarakat Indonesia dan Dunia.
Dalam lembaran sejarah diakui bahwa eksistensi PMII tidak hanya karena sikap kritis dengan kekuatan daya penalarannya (student power of the reason), melainkan juga bertumpu pada keteguhan untuk selalu mengabdikan dirinya kepada masyarakat dan bangsanya secara langsung demi masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.
Dalam rangka optimalisasi peran PMII, Aziz memiliki tawaran visi baru (untuk) PMII, sebuah visi yang dirumuskan dengan kesadaran untuk melakukan antisipasi obyektif terhadap arah perkembangan masyarakat Indonesia di masa yang akan datang.
“Perlu redesain peran dan fungsi PMII dalam membangun tatanan ideal bangsa Indonesia ke depan,” kata Aziz yang tengah berkompetisi dengan sejumlah kandidat lainnya di Kongres PMII XVIII di Jambi.
Secara sederhana visi baru PMII ini dipilah ke dalam tiga visi, yakni visi internal, nasional, dan global.
Pertama, visi internal yaitu penguatan kembali kemampuan social enginering kader PMII.
Secara sederhana social enginering (rekayasa social) dapat diterjemahkan sebagai sebuah proses perencanaan, pemetaan dan pelaksanaan dalam konteks perubahan struktur dan kultur sebuah basis sosial masyarakat.
Menurut Aziz, pada umumnya masyarakat menginginkan adanya perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Perubahan sosial tersebut harus dapat dilakukan secara berkesinambungan dan terencana.
Begitu juga dengan cita-cita untuk mewujudkan kondisi ideal bangsa Indonesia, diperlukan adanya perubahan. “Perubahan tidak hanya berhubungan dengan kondisi kebangsaan, tapi juga mencakup perubahan kapasitas sumberdaya manusia yang akan menjalankan roda pemerintahan,” tegasnya.
Aziz menilai, gagasan untuk menguatkan kembali kemampuan kader-kader PMII dalam melakukan rekayasa sosial dalam visi baru PMII ke depan masih memiliki korelasi yang kuat dengan berbagai kompleksitas kondisi sosial, ekonomi dan politik serta budaya yang dihadapi bangsa Indonesia hari ini dan di masa yang akan datang.
“Dengan tetap melibatkan diri dalam kancah problematika masyarakat melalui berbagai gerakan sosial, maka eksistensi PMII masih bisa dilacak jejaknya,” Aziz menegaskan.
Dengan meminjam istilahnya Paulo Freire, kata Aziz, PMII bukan hanya harus ada di dalam masyarakat, tetapi lebih dari itu harus bersama dengan masyarakat.
Kedua, visi nasional yaitu mendorong optimalisasi peran PMII dalam memanfaatkan peluang bonus demografi di Indonesia.
Salah satu upaya dalam mengartikulasikan kemampuan rekayasa sosial kader-kader PMII adalah dalam merespon perkembangan sosial, ekonomi, politik dan budaya yang ada hari ini serta tantangan dan peluang di masa depan.
“PMII harus menyadari akan arti pentingnya peluang yang dimiliki Indonesia sekarang, yaitu apa yang disebut dengan bonus demografi,” tegasnya.
Bonus demografi yang dimaksud, adalah suatu kondisi dimana penduduk usia produktif di suatu Negara lebih besar daripada penduduk usia non produktif dan usia tidak produktifnya. Hal ini terjadi karena perubahan struktur penduduk. Bonus demografi di Indonesia mulai terasa sejak tahun 2001, dimana jumlah penduduk usia produktif sudah semakin meningkat.
Saat ini, sekitar 34% penduduk Indonesia adalah usia produktif. Mereka inilah yang akan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia. Karena itu, PMII sudah seharusnya mengambil posisioning yang jelas dalam mengoptimalkan mesin kaderisasinya dalam memanfaatkan momentum positif dari bonus demografi tersebut.
“Kaderisasi PMII harus dilakukan secara berkesinambungan dan ini pasti akan membawa keuntungan bukan hanya untuk PMII, melainkan juga untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas bagi bangsa Indonesia,” ujarnya.
Untuk itu PMII harus memiliki visi yang jelas dalam mempersiapkan dan meningkatkan kualitas SDM yang dimilikinya untuk mengambil benefit dan manfaat positif dari bonus demografi tersebut dengan standar kaderisasi untuk mencapai SDM yang unggul. “Yang paling sederhana adalah meningkatkan tingkat pendidikan kader PMII dengan terus menyiapkan peluang ke arah tersebut,” kata Aziz.
Ikhtiyar PMII ini, sambung Aziz, diharapkan dapat mendorong terbukanya kesempatan dan terjadinya akselerasi peningkatan produktifitas pemuda dan mahasiswa sebagai bagian dari usia produktif tersebut yang semakin besar, sehingga Indonesia dalam kurun waktu 10-25 tahun ke depan bisa terhindar dari ancaman bencana demografi.
Jika bonus demografi ini gagal memanfaatkan, maka bangsa ini akan terperosok menjadi negara pasar terbesar di dunia tanpa kedaulatan dan identitas. “Ini adalah pertaruhan kita bersama sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat,” tandas pria lajang ini.
Ketiga, visi global, yaitu mendukung secara aktif gerakan fair trade demi terciptanya tatanan kehidupan manusia yang adil dan makmur di muka bumi.
Aziz menjelaskan, pergeseran geopolitik telah menciptakan tata dunia baru. Aliansi-aliansi negara tidak lagi dibangun berdasarkan kesamaan/kepentingan politik dan pertahanan semata, tidak hanya dibangun berdasarkan kawasan semata, tetapi lebih pada kesamaan prinsip stabilitas ekonomi menjadi pertimbangan kerjasama dalam rangka menciptakan aliansi-aliansi negara seperti G20 dimana Indonesia menjadi bagian di dalamnya dan aliansi yang kita kenal dengan BRIC (Brazil, Rusia, India, China) yang membangun aliansi sampai pada cita-cita menciptakan sektor keuangan yang lebih luas.
Namun, aliansi-aliansi dan kerjasama ekonomi tersebut kerapkali mengandung konsekuensi pertarungan kepentingan ekonomi masing-masing negara. Oleh karenanya Indonesia sebagai negara yang selalu aktif dalam pergaulan internasional dengan politik luar negerinya yang bebas aktif harus mampu menangkap memahami pergeseran-pergeseran tata dunia baru tersebut, sehingga kita tetap mampu meletakkan bangsa ini di tengah pergaulan dan kerjasama ekonomi internasional dengan tetap berdaulat sebagai bangsa dan mandiri secara ekonomi. Dengan begitu negara ini tidak hanya menjadi negara konsumen semata.
Dalam konteks ini, negara harus mampu melepaskan diri dari penjajahan ekonomi atau ketergantungan ekonomi dengan menciptakan kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan dengan negara-negara mitra ekonomi Indonesia. Salah satunya adalah mendorong agar pelaksanaan instrumen perdagangan bebas (free trade) baik barang maupun jasa dilaksanakan dengan meminimalisir lahirnya ketimpangan dan ketidakadilan.
PMII yang menjadikan prinsip keadilan (ta’addul) sebagai salah satu ruh perjuangannya dengan cita-cita mencipkan kondisi masyarakat yang adil dan makmur, sudah seharusnya berperan aktif dan mendorong agar pemimpin-pemimpin bangsa ini dapat menjalankan kegiatan perdagangan nasional dan global yang adil (fair trade). Sehingga negara dapat berperan dan berfungsi sebagaimana mestinya, mengarahkan kebijakan untuk kesejahteraan rakyat yang berdaulat, adil dan makmur.
Oleh karena itu komitmen PMII yang telah berkhidmat di tengah masyarakat selama kurang lebih 54 tahun lahir dan besar bersama Nahdlatul Ulama.
PMII memiliki banyak potensi dengan kekuatannya yang memiliki hampir 250 cabang yang tersebar dari Sabang sampai Merauke serta jutaan kader yang terus berkembang dan jaringan alumni yang berdiaspora di berbagai lini kehidupan. “Hal ini tentu sangat signifikan dalam mengawal gerakan perubahan ke arah kesejahteraan yang lebih adil dan makmur,” kata Aziz mengakhiri. (jaz/ahay)