Gus Thoriq Bin Ziyad dan Hari Santri
Gus Thoriq bersama Presiden Jokowi di Pesantren Babussalam, Malang (santrinews.com/ist)
Jauh sebelum hari santri ditetapkan oleh Presiden Jokowi tahun 2015 lalu, sepulang silaturahmi dari wali santri di daerah Pagelaran Malang Selatan, saya mencoba iseng berkirim pesan pendek ke Gus Thoriq, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Babussalam Pagelaran untuk bisa mampir ke rumahnya.
Kebetulan Gus Thoriq menjawab pesan pendek saya itu dan mempersilahkan saya untuk mampir ke rumahnya. Silaturahmi saya ke Gus Thoriq ini terjadi tahun 2013. Terakhir saya mengunjungi PP Babussalam sekitar tahun 2010 mengantar Mbak Yenny Wahid dan Gus Ipul ke sana untuk sebuah acara pesantren.
Ketika Gus Thoriq mempersilahkan saya masuk, dia bercerita tentang niatnya keluar dari Partai Demokrat, saat dimana dia pernah menjadi salah satu penasehat DPC PD Kabupaten Malang. Saya bertanya, kenapa? Apa karena ketua Umum Parta Demokrat, Anas Urbaningrum tersangkkut korupsi sehingga sampean mau keluar?
Gus Thoriq menjawab, “tidak, tetapi saya kecewa karena usulan saya agar negara segera menetapkan Hari Santri lewat Partai Demokrat tidak digubris. Saya sekarang akan memperkuat PDIP agar usulan saya diterima. Saya sudah bertemu Bu Mega di Batu.” Jawabnya.
Setelah pertemuan itu, saya tak pernah lagi bertemu dengan Gus Thoriq, aktifis NU Kabupaten Malang yang memang agak nyleneh karena memiliki hobby beternak kuda pacuan. Terakhir saya baca sebuah surat kabar tahun 2014, Pak Jokowi ketika berkampanye Pilpres di pesantren Gus Thoriq beliau setuju dengan usulan Hari Santri.
Kini ketika semua pihak bergembira dan merasakan betapa Hari Santri begitu menggetarkan Indonesia, justru saya melihat Gus Thoriq seolah tenggelam dalam kegumuruhan ini.
PBNU sebaiknya memberi penghargaan pada Gus Thoriq Bin Ziyad. (*)
Changcun Cina, 23 Oktober 2016
Imron Rosyadi Hamid,