Negeri Damai Dibuat Ramai

Tidak tahu kenapa negeri Indonesia yang damai dibuat ramai. Sudah ada ancaman makar. Adapula yang mulai berteriak kencang dengan revolusi. Pasti ada alasannya. Tidak mungkin hanya isapan jempol dan gertak sambal.
Sungguh tidak disangka, bahwa makna kemerdekaan yang semakin tua mengandung makna kekeroposan. Keropos dalam hal persatuan. Ada pihak yang tidak rela Indonesia bersatu. Masih ada yang ingin menjajah.
Tapi siapa? Hanya Allah dan orang-orang ahli yang tahu. Saya orang bodoh yang hanya bisa bertanya dan mengadu. Bertanya kepada siapa juga jawabnya berbeda-beda. Mengadu kepada siapa hasilnya hanya sekedar tebakan.
Sungguh hebat. Negeri yang kaya dengan sumber daya alam ini selalu menjadi primadona dunia. Kekayaan alamnya menggoda. Isi bumi dan lautannya membuat para pihak ingin memiliki Indonesia. Wajar. Dan dulu bangsa ini sudah dijajah.
Kemerdekaan yang dulu diraih oleh para ulama dan pejuang, tidak akan disia-siakan begitu saja. Apa mau rela bangsa ini kembali diadu domba? Dipecah belah? Dibuat tertawa dunia?
Jawabnya bagi yang cinta bangsa pasti tidak. Tapi bagi yang tidak cinta bangsa pasti “biarin saja dijajah”. Itulah jawaban beda-beda. Ya itu karena bangsa ini makin beragam penduduknya.
Lalu karena apa kok rela bangsa ini dijajah. Pasti ada kepentingan yang beda. Kepentingan untuk menguasai. Padahal yang demikian bukan jiwa kesatria.
Melawan penjajah itu jelas, bahwa bangsa Indonesia bersatu demi kedaulatan. Kalau hari ini kita diajak revolusi, siapa musuh kita. Tidak jelas. Musuhnya adalah kepentingan politik.
Ruang politik dan mekanisme hukum tidak mampu dijalani secara baik. Mari sehatkan pikiran kebangsaan kita. Damaikan Indonesia dan jangan ramaikan negeri ini hanya soal politik.
Sungguh murah jika bangsa hanya digerakkan oleh elit hanya demi kekuasaan. Ingat pesan para ulama dalam mencintai negeri ini: ØØ¨ الوطن من الايمان.
Hidup di negeri damai perlu bergandengan tangan. Ramaikan dengan perdamaian. Jangan buat keramaian dengan kegaduhan hingga pertikaian. Salam persatuan. (*)