Pilgub Jatim 2018

Hasil Survei: Umat Ogah Kiai Terlibat Aksi Dukung-Mendukung Cagub

Surabaya – Hasil survei yang dilakukan Surabaya Survey Centre (SSC) menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat tidak suka apabila tokoh agama atau kiai terlibat aksi dukung-mendukung pasangan calon gubernur-wakil gubernur pada Pemilihan Gubernur Jatim 2018 mendatang.

Sebanyak 49.3 persen responden secara lugas tidak menyukai apabila tokoh agama terlibat dalam aksi politik praktis tersebut. Dari total responden, hanya sebesar 25.5 persen yang menyukai hal itu. Sementara, 25.2 persen sisanya memilih untuk tidak menjawab atau menjawab tidak tahu.

BACA: Pilgub Jatim Pertarungan Sengit Khofifah dan Gus Ipul

Direktur Riset SSC Edy Marzuki memandang bahwa peran sentral para tokoh agama dalam kaitan politik di Jawa Timur seharusnya mampu menjadikan mereka lebih bijak dalam bersikap.

Dengan kondisi dimana masyarakat Jawa Timur merupakan jenis masyarakat yang masih tunduk dan patuh dengan tokoh agama. Mereka, menurut Edy, sebaiknya mampu menjaga iklim sejuk pada Pilgub Jatim 2018 nanti.

“Terlebih lagi kalau dalam konteks agama Islam. Kiai lokal harus menjadi penjaga gawang kondusifitas. Karena para kiai ini petuahnya masih sangat menjadi perhatian,” jelas Edy saat penyampaian hasil survey di Hotel Yello Surabaya, Rabu, 13 Desember 2017.

Belakangan, aksi dukung-mendukung terhadap pasangan cagub-cawagub Jatim cukup santer disuarakan sejumlah tokoh agama atau kiai pengasuh pesantren, terutama para kiai yang duduk di struktural NU. Misalnya, yang menamakan diri forum kiai kampung dan kiai sepuh.

Kiai lokal yang dimaksud Edy adalah para kiai yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat di sekitar tempat tinggal mereka. “Takmir Masjid dan Mushola ataupun juga guru-guru ngaji ini juga termasuk di dalamnya,” paparnya.

Data-data tersebut diatas diperoleh melalui survey yang dilakukan oleh SSC di 38 Kab/Kota di Jawa Timur pada kurun waktu 25 November-8 Desember 2017. Survey tersebut dilakukan dengan metode multistage random sampling dengan 940 responden. Tingkat kepercayaan dari hasil tersebut sebesar 95 persen dengan margin of error 3.2 persen.

Direktur SSC Mochtar W Oetomo menegaskan, kiai mestinya tetap menjadi simbol kultural, penjaga moral dan penyeimbang dalam masyarakat. Bukan sebaliknya, secara vulgar terlibat politik praktis.

Aksi dukung-mendukung calon tertentu itu, menurut dia, justru akan menggerus kewibawaan kiai, bahkan bisa menimbulkan konflik sesama penjaga moralitas umat.

“Publik akan kehilangan sandaran norma atau kultural. Lalu mereka mau bersandar kepada siapa? Kalau dibiarkan juga bisa merusak ekosistem sosial politik di Jatim,” tandasanya.

Karena itu, menurut dia, NU harus memiliki kebijakan struktural dengan melakukan konsolidasi kembali ke khitthah NU agar tak terlibat politik praktis terlalu jauh.

Sebab, kata pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura ini, bila tidak maka NU akan merugi sendiri karena akan mulai ditinggalkan oleh umatnya. (shir/onk)

Terkait

Politik Lainnya

SantriNews Network