Azan pun Diganti Akibat Corona

Telah banyak Ulama saat ini menyatakan bahwa “pandemi Corona” adalah udzur syar’iy yang bukan hanya “membolehkan” meninggalkan shalat berjamaah dan shalat Jumat di masjid, melainkan “mewajibkan meninggalkannya”.

Dalam kaidah fikih dikatakan bahwa ada kategori rukhshoh (keringanan agama karena ada udzur syar’i) yang wajib diambil, bukan hanya boleh. Contoh ekstrim yang biasa disebut dalam kaidah fikih adalah bila ada seorang yang hanya tersdia makanan haram (babi) untuk dimakan, jika tidak memakannya maka nyawa akan melayang, maka wajib memakannya, bukan karena makanan haram itu menjadi halal, melainkan karena “kemurahan agama”.

Corona bukan hanya menciptkan situasi yang membahayakan nyawa seseorang, melainkan nyawa ribuan orang. Maka cukup sebagai alasan syar’i yang mewajibkan memilih rukhshoh agama, termasuk meninggalkan jamaah di Masjid dan shalat Jumat.

Pada zaman Nabi Muhammad SAW pernah terjadi “situasi yang sangat dingin” yang membahayakan jiwa. Dalam situasi seperti itu, Nabi memerintahkan agar tidak melakukan shalat bersama, melainkan shalat di tenda dan rumah masing masing. Nabi memerintahkan agar mengumumkannya melalui “adzan”. Akhirnya adzan pun ditambah, bahkan ada pendapat yang menyatakan “diubah”.

Dalam sebuh hadist dinyatakan:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ أَيُّوبَ، وَعَبْدِ الْحَمِيدِ، صَاحِبِ الزِّيَادِيِّ وَعَاصِمٍ الأَحْوَلِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ خَطَبَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ فِي يَوْمٍ رَدْغٍ، فَلَمَّا بَلَغَ الْمُؤَذِّنُ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ‏.‏ فَأَمَرَهُ أَنْ يُنَادِيَ الصَّلاَةُ فِي الرِّحَالِ‏.‏ فَنَظَرَ الْقَوْمُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ فَقَالَ فَعَلَ هَذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ وَإِنَّهَا عَزْمَةٌ‏.‏

Di saat hujan lumpur Ibnu Abbas mengkhutbai kami. Ketika muadzin yang mengumandangkan adzan sampai pada lafad Hayyaa ‘alas Shalaah, Ibnu Abbas mengatakan agar mengubahnya menjadi As Shalaatu fir Rihaal (shalatlah di rumah masing-masing). Melihat itu, saya dan orang-orang saling berbondangan dengan wajah kaget. Lalu Ibnu Abbas berkata, hal ini pernah dilakukan di masa orang yang lebih baik dibanding dirinya yaitu Rasulullah SAW. Dan ini adalah ketentuan Allah” (HR Bukhari).

Ada beberapa redaksi hadist, yang kemudian melahirkan perbedaan. Apakah lafad “as shalatu fi rihalikum” atau lafad “as shalatu fi buyutikum”: (1) ditambahkan setelah lafad hayya ‘alas shalah, atau (2) ditambahkan setelah selesai adzan, atau (3) menggantikan lafad hayya ‘alas shalah?

Ulama berbeda pendapat, sesuai dengan pemahaman mereka terhadap redaksi hadist. Ala kulli hal, peristiwa yang membahayakan jiwa sehingga mewajibkan untuk mengambil kemurahan agama, sudah terjadi sejak zaman Nabi. Jadi ambillah kemurahan agama itu. Jangan “ngeyel”.

Dalam sebuah hadist dinyatakan bahwa Allah SWT mencintai orang yang menjalankan kemurahan agama, sebagaimana Ia mencintai orang yang menjalankan pokok-pokok agama. Asal “bukan pokoknya”.

Perbedaan ulama di atas dikisahkan dalam beberapa kitab di bawah ini:

«مسألة» فإن كان برد شديد أو مطر رش فصاعدا، فيجب أن يزيد المؤذن في أذانه بعد »حي على الفلاح» او بعد ذلك «الا صلوا في الرحال» وهذا الحكم واحد في الخضر والسفر.
المحلى بالأثار، الجزأ الثالث، صحيفة ١٦٢

احكام الكبرى، الجزأ الثاني، صحيفة ٢٤
كان إذا كان ليلة مطيرة أمر مناديا ينادي أن الصلاة في الرحال في دبر الأذان.

نيل الاوطار، الحزأ الخامس، صحيفة ٣٦٣
قوله؛ ينادي صلوا في رحالكم في رواية البخاري، ثم يقول على أثره، يعني أثر الأذان؛ ألا صلوا في الرحال، وهو صريح في أن القول المذكور كان بعد فراغ الأذان. وفي رواية لمسلم بلفظ؛ في أخر ندائه، قال القرطبي؛ يحتمل أن يكون المراد في آخره قبل الفراغ منه جمعا بينه وبين حديث ابن عباس المذكور في الباب. وحمل ابن خزيمة حديث ابن عباس على ظاهره وقال؛ إنه يقول ذلك بدلا من الحيعلة نظرا إلى المعنى.

نيل الاوطار، الجزأ الثالث، صحيفة؛ ١٩٠
إذا قلت؛ أشهد أن محمدا رسول الله، فلا تقل؛ حي على الصلاة، قل؛ صلوا في بيوتكم…. وفيه دليل على أن المؤذن في يوم مطر ونحوه من الأعذار لا يقول؛ حي على الصلاة، بل يجعل مكانها؛ صلوا في بيوتكم

Terjemahannya, monnggo yang mau bantu. Syukron. Wallahu A’lam.

Situbondo, 3 April 2020

Imam Nakha’i, Dosen Fikih-Ushul Fikih di Ma’had Aly Salafiyah-Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo.

Terkait

Syariah Lainnya

SantriNews Network