Vaksin AstraZeneca: Hukum dan Proses Perubahan Benda Najis

Tidak ada perbedaan antara Fatwa MUI Pusat dan MUI Jawa Timur. Kesimpulannya sama-sama boleh. Menurut MUI Pusat bolehnya karena darurat. Bagi MUI Jatim bukan karena darurat, karena memang tidak sampai menjadi najis.

Terkait proses memang ada perbedaan data. Menurut pihak AstraZeneca tidak memakai unsur hewan. Buktinya vaksin AstraZeneca ini juga dipakai di Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir dan negara Muslim lainnya.

Demikian pula menurut Dr dr Atoillah Isvandiary keberadaan tripsil hewan yang najis dalam pembuatan vaksin adalah seperti pupuk kandang untuk menyuburkan tanah yang ditanam pohon mangga, misalnya, maka mangga ini tetap halal dan suci. Sementara menurut 2 Auditor LPPOM MUI Pusat ditemukan penggunaan tripsin hewan babi.

Apakah kemudian najis? Komisi Fatwa MUI Jatim, diantaranya disampaikan oleh Kiai Zahrowardi dan Kiai Nur Hasyim S Anam memilih pendapat dari Mazhab Hanafi dan Maliki terkait kehalalan benda najis yang sudah mengalami perubahan bentuk.

Kesucian Benda Najis Yang Mengalami Proses Perubahan

ﻭﺫﻫﺐ اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻭاﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻥ ﻧﺠﺲ اﻟﻌﻴﻦ ﻳﻄﻬﺮ ﺑﺎﻻﺳﺘﺤﺎﻟﺔ؛ ﻷﻥ اﻟﺸﺮﻉ ﺭﺗﺐ ﻭﺻﻒ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻋﻠﻰ ﺗﻠﻚ اﻟﺤﻘﻴﻘﺔ، ﻭﺗﻨﺘﻔﻲ اﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ﺑﺎﻧﺘﻔﺎء ﺑﻌﺾ ﺃﺟﺰاء ﻣﻔﻬﻮﻣﻬﺎ، ﻓﻜﻴﻒ ﺑﺎﻟﻜﻞ؟ .

Ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa benda najis bisa suci dengan mengalami perubahan. Sebab agama menentukan sifat najis pada hakikat benda tadi. Hakikat benda najis bisa berubah karena perubahan sebagian saja, apalagi perubahan pada seluruhnya?

ﻭﻧﻈﻴﺮﻩ ﻓﻲ اﻟﺸﺮﻉ اﻟﻨﻄﻔﺔ ﻧﺠﺴﺔ، ﻭﺗﺼﻴﺮ ﻋﻠﻘﺔ ﻭﻫﻲ ﻧﺠﺴﺔ، ﻭﺗﺼﻴﺮ ﻣﻀﻐﺔ ﻓﺘﻄﻬﺮ، ﻭاﻟﻌﺼﻴﺮ ﻃﺎﻫﺮ ﻓﻴﺼﻴﺮ ﺧﻤﺮا ﻓﻴﻨﺠﺲ، ﻭﻳﺼﻴﺮ ﺧﻼ ﻓﻴﻄﻬﺮ، ﻓﻌﺮﻓﻨﺎ ﺃﻥ اﺳﺘﺤﺎﻟﺔ اﻟﻌﻴﻦ ﺗﺴﺘﺘﺒﻊ ﺯﻭاﻝ اﻟﻮﺻﻒ اﻟﻤﺮﺗﺐ ﻋﻠﻴﻬﺎ.

Contohnya adalah embrio janin, saat berupa sperma dan darah hukumnya najis, ketika berubah menjadi daging manusia maka menjadi suci. Perasan anggur adalah suci, saat menjadi khamr (minuman memabukkan) maka menjadi najis, saat menjadi cuka dan tidak memabukkan maka suci lagi. Dengan begitu perubahan sebuah benda akan menghilangkan sifat pada benda tersebut secara otomatis (Mausuah Fiqhiyyah, 20/108)

Fatwa MUI Jatim ini dikeluarkan mengingat AstraZeneca diterapkan pertama di Jatim dan Ketua Umum MUI Jatim KH M Hasan Mutawakkil Alallah, sudah divaksin pertama kali bersama para ulama di Jatim. Kita semuanya bertekad agar wabah ini secepat mungkin berakhir. (*)

Ustaz Ma’ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur.

Terkait

Syariah Lainnya

SantriNews Network