Kehidupan Penulis Kitab Safinah: Dari Hadramaut ke Tanah Abang Batavia (2)

Kitab Safinah dikaji di hampir seluruh pesantren (santrinews.com/ilst)
Tidak berhenti pada prestasi intelektual saja, Syekh Salim juga dikenal sebagai sosok politikus yang diperhitungkan.
Ahli Militer, Juru Damai dan Penasihat Sultan
Karena keahliannya di bidang militer, beliau diutus Kerajaan Katsiry ke India untuk mencari senjata perang tercanggih saat itu. Ini menunjukkan bahwa pada zaman beliau, kondisi politik kerajaan sedang tidak stabil dan diliputi kemelut peperangan serta perebutan kuasa.
Atas mandat Sultan Katsiry tersebut, Syekh Salim akhirnya bisa mengenal “dunia luar” dan memulai pengembaraan pertamanya. Setelah mengarungi lautan dan melacak berbagai peralatan perang di berbagai wilayah India dan sekitarnya, beliau menemukan peralatan militer tercanggih justru di Singapura. Beliau langsung membeli dan mengirimkannya ke Hadramaut.
Selain ahli strategi militer, beliau juga dikenal sebagai juru damai antar penguasa. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, Kerajaan Al-Katsiry memiliki konflik politik berkepanjangan dengan suku Yafi` sejak tahun 926 H.
Sepanjang tiga abad lebih sebelum Syekh Salim lahir, kedua penguasa ini saling berperang demi “rebutan kuasa” di berbagai wilayah Hadramaut. Kemelut ini semakin memanas pada era Syekh Salim. Kisaran tahun 1264 H, daerah kelahiran Syekh Salim, Dzi Ashbuh dan sekitarnya menjadi saksi bisu pertumpahan darah antara pasukan Katsiry dengan Yafi`.
Demi kemaslahatan rakyat yang menjadi korban kekuasaan, Syekh Salim memainkan peran besar dalam rekonsiliasi perdamaian antara Yafi’ dan Kerajaan Al-Katsiry. Di akhir Rabi’ul Awwal tahun 1265, serangan 800 pasukan Yafi’ untuk menguasai kota Seyyun mengalami kegagalan telak. Kerajaan Katsiry menang dan menawan banyak prajurit Yafi’.
Akhirnya, rekonsiliasi antar pimpinan mereka pun terjadi. Hasil mufakat memutuskan agar suku Yafi’ harus “diusir-balik” ke daerah asalnya, timur laut Teluk Aden, tidak boleh bergerilya lagi di wilayah Hadramaut.
Berkat jasa dan manuver politiknya, Syekh Salim diangkat sebagai penasihat pribadi Sultan Abdullah bin Muhsin Al-Katsiry. Di awal karir, sang sultan sangat patuh dan tunduk dengan segala arahan dan nasihat Syekh Salim.
Namun, seiring berjalannya waktu dan saratnya kepentingan, ia enggan mendengar petuah Syekh Salim, bahkan cenderung meremehkan. Ini yang menjadikan hati Syekh Salim terluka, hingga mendorongnya untuk hijrah meninggalkan tanah air menuju India, kemudian menetap di Batavia sebagai akhir pengembaraan kedua sekaligus terakhir. (*)