Kehidupan Penulis Kitab Safinah: Dari Hadramaut ke Tanah Abang Batavia (3)

Santri putri giat mengaji kitab kuning. (santrinews.com/bsp)

Kami belum menemukan tahun berapa Syekh Salim hijrah dan tiba di Batavia.

Dari Bumi Hadramaut, Berdakwah di Batavia
Data sejarah yang kami dapat hanya menjelaskan bahwa setelah tinggal di Batavia, sebagai seorang tokoh terpandang, kabar hijrah ini tersebar luas. Masyarakat pun datang berduyun-duyun untuk menimba ilmu dan memohon doa keberkahan kepada beliau. Karena antusias masyarakat setempat, Syekh Salim mendirikan berbagai majelis ilmu dan dakwah.

Dalam berdakwah dan membumikan syariat Islam di Batavia, Syekh Salim bin Sumair dikenal sangat tegas menegakkan kebenaran, apapun risikonya. Beliau menyayangkan para ulama yang mendekat, bergaul, apalagi menjadi “budak” para pejabat Kolonial Belanda yang menguasai Batavia sejak tahun 1621 M. Tidak jarang beliau memberi nasihat dan kritik tajam kepada para ulama-kiai yang gemar mondar-mandir kepada pemerintahan Belanda.

Dongeng Martin: Seteru Syekh Salim dengan Mufti Betawi Sayyid Utsman
Namun, perlu kami tegaskan di sini ketidaktepatan Martin van Bruinessen. Dalam bukunya, “Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat”, ia mengungkapkan konflik Syekh Salim bin Sumair terhadap pendirian Sayyid Utsman bin Yahya (1238-1331 H/1822-1913 M) yang sudi menjabat Mufti Betawi.

Kritikan dan konflik ini tidak pernah terjadi, sebab Syekh Salim telah wafat tahun 1271 H/1855 M terdahulu sebelum Sayyid Utsman bin Yahya memulai dakwahnya di Batavia sekitar tahun 1862 M/1279 H. Kemungkinan yang bertemu dengan Syekh Salim saat itu adalah Mufti Betawi sebelum Sayyid Ustman, yaitu Syekh Abdul Ghani (1801-1933 H). Wallahu a’lam.

Terlepas dari “dongeng” Martin van Bruinessen, Syekh Salim memang dikenal sangat zuhud, dan anti dengan pemerintah lalim. Ini sudah terbukti dengan tekad hijrahnya dari Kerajaan Katsiry yang sudah tidak pro-rakyat, apalagi saat di Batavia yang pemerintahannya adalah penjajah kolonial Protestan Belanda yang anti-Islam.

Kepribadian dan Akhir Hayat Syekh Salim di Tanah Abang
Selain keteguhan prinsip, Syekh Salim bin Sumair adalah tipikal ulama akhirat yang tidak pernah luput berdzikir dan sangat istiqamah melantunkan ayat-ayat suci al-Quran.

Dikisahkan oleh Syekh Ahmad Al-Hadlrawi, bahwa Syekh Salim senantiasa mengkhatamkan al-Quran saat thawaf, mengelilingi Kakbah. Figur ulama yang perlu kita teladani dan hidupkan kembali spiritnya dalam keseharian kita.

Beliau menghabiskan akhir hayatnya di Batavia dengan mujahadah dan dakwah. Hingga kini, kami belum melacak kehidupan pribadi Syekh Salim selama di Batavia; apakah beliau menikah dengan penduduk setempat dan memiliki keturunan? Apakah marga Bin Semir, yang tinggal di Jakarta, Solo dan lainnya merupakan keturunan Syekh Salim ini? Masih teka-teki yang belum terungkap.

Akhir sejarah Syekh Salim yang terekam mewartakan kepada kita bahwa pada tahun 1271 H/1855 M, Syekh Salim bin Sumair dipanggil ke rahmat Allah SWT, dan meninggalkan beberapa karya ilmiah untuk kita telaah dan amalkan.

Di antara warisan ilmu beliau adalah kitab Safinatun Najah dan kitab al-Fawa`id al-Jaliyyah fiz Zajr ˜an Ta’athil Hiyalir Ribawiyah (Hikmah-hikmah Jeli di Balik Larangan Saling Memberi melalui Trik-trik Tipudaya Ribawi).

Makam beliau tidak semasyhur kitabnya, Safinah. Padahal sangat mudah bagi kita untuk ungtuk singgah. Jasad beliau dikebumikan di bawah mihrab Masjid al-Ma’mur, Tanah Abang, Jakarta-Indonesia. Semoga kita dapat menziarihinya, dan Allah memberi kita kekuatan untuk mengikuti prinsip perjuangan Syekh Salim bin Sumair, yang senantiasa Allah rahmati.

Lima Soalan Historis
Mengakhiri biografi Syekh Salim, kita perlu mawas diri bahwa perhatian kepada sejarah Syekh Salim masihlah minim. Belum ditemukan kajian historis secara holistik tentang peran Syekh Salim sebagai tokoh besar selama di Hadramaut, dan juga saat bermukim di Tanah Abang, Batavia.

Data yang kita dapat sekarang hanya sedikit memotret serpihan-serpihan jejak hidup beliau secara singkat, bagaikan puzzle yang perlu dipecahkan. Akhirnya, penulis merasa masih banyak misteri yang masih perlu digali lagi. Meninggalkan lima pertanyaan yang belum bisa terjawab;

1) Siapa yang mengajarkan beliau keahlian militer?

2) Tahun berapa Syekh Salim pertama kali menuju India dan Singapura untuk mencari peralatan perang tercanggih?

3) Kebijakan Sultan Katsiri seperti apa yang menyulut “amarah” Syekh Salim, hingga rela meninggalkan tanah air tercintanya, bagaimana kronologinya?

4) Kapan lagi beliau sampai di India untuk kedua kalinya, dan kapan pula tiba di Batavia?

5) Kapan beliau menuliskan Safinah Najah dan apa yang melatarbelakanginya?

Setidaknya,dengan menjawab lima pertanyaan historis ini, kita akan sedikit banyak menguak puzzle tersebut, dan semakin mampu menelusuri jejak hikmahnya di balik tirai kehidupan beliau yang sangat menarik. Sebab, pada abad tiga belas Hijriah hingga sekarang, sangat jarang ditemukan seorang Alim ulama “multi-talenta”: ahli militer, pakar politik hingga menjadi penasihat sultan, namun secara misterius meninggalkan seluruh jabatan duniawi tersebut, lalu berhijrah ke bumi asing nan jauh dari tanah airnya.

Sebagai penutup, mari kita sama-sama membaca alfatihah yang dihadiahkan untuk Syekh al-Allamah al-Qadli al-Khabir as-Siyasi Salim bin Abdlillah bin Sumair, semoga amal kebajikan beliau Allah lipatgandakan balasannya, ruhnya senantiasa diliputi rahmat rabbaniyyah, dan kita bisa melanjutkan api perjuangan dakwah beliau di bumi pertiwi. Amiin, ya Rabbal alamin.

Rabu Senja di Ampang-Kuala Lumpur, 03 Februari 2016. Sumber utama dari Pengantar Sayyid Umar bin Hamid Al-Jaylani hafidzahullah atas Kitab Ad-Durratul Yatimah syarhus Subhatust Tsaminah nadzmus Safinah, hal. 18-20. (*)

Terkait

Tarikh Lainnya

SantriNews Network