Qunut Nazilah, Solusi dan Solidaritas Bersama

Qunut adalah tata cara yang kerap dilakukan oleh nahdliyyin ketika rakaat kedua shalat subuh. Meskipun qunut menjadi masail khilafiyah bagi sebagian kalangan, tetapi hal itu tidak menyurutkan warga nahdliyyin untuk istiqomah melaksanakannya.
Menurut madzhab syafiiyyah (kalangan ulama Syafii), qunut dalam shalat subuh ini tergolong sunnah ab’adl yakni apabila ditinggalkan karena lupa, maka sebaiknya diganti oleh sujud sahwi.
Di dalam bahasa Arab, “qunut” berasal dari madhi “qanata” yang artinya tunduk; merendahkan diri kepada Allah; Kemudian digunakan untuk doa tertentu di dalam shalat.
Seperti yang termaktub dalam riwayat hadis tentang qunut, Nabi Muhammad SAW melakukan qunut dalam berbagai keadaan. Pernah Nabi melakukan qunut tiap shalat lima waktu, yaitu tatkala terjadi “nazilah” (musibah). Saat kaum muslimin mendapat musibah atau malapetaka, misalnya ada bencana, dan ada sebagian kaum muslimin yang terzalimi atau tertindas.
Berbicara tentang qunut nazilah, sama halnya memperbincangkan sebuah peristiwa besar yang mencabik-cabik umat islam, karena terjadi malapetaka yang menimpa. Seperti kejadian ketika Rasulullah SAW mengutus 70 ahli agama atas permintaan Ri’l Dzukwan dan ‘Ushiyyah dari kabilah Sulaim, untuk mengajarkan soal agama kepada kaum mereka.
Tetapi setelah sampai di suatu tempat yang bernama Bi’r al-Ma’unah orang-orang itu berkhianat dan membunuh 70 ahli agama tersebut. Mendengar itu Rasulullah berdoa (qunut) dalam shalat untuk kaum mustadh’afiin, orang-orang yang tertindas, di Mekkah.
Menurut Imam Syafi’i, qunut nazilah disunnahkan pada setiap shalat lima waktu, setelah ruku’ yang terakhir, baik oleh imam atau yang shalat sendirian (munfarid). Bagi yang makmum tinggal mengamini doa imam.
Dewasa ini, kaum muslimin (bukan ISIS) di belahan penjuru dunia yang tertimpa musibah seperti konflik berkepanjangan antara Palestina vs Israel, penindasan Muslim Rohingya, menjadi sorotan publik, seluruh dunia memandang sebagai tragedi yang memilukan, sehingga rasa empati dan simpati pun bermunculan, ada yang menyumbangkan dana, logistik, dan kesehatan.
Bahkan ada pula yang membantu dengan bentuk advokasi atau mengirimkan surat layangan protes langsung kepada PBB, agar persoalan yang tak kunjung usai itu lekas finish. Lantas dimanakah letak “urgensitas” doa qunut nazilah bagi Kaum Muslimin yang tertindas atau terkena musibah?!
Berangkat dari kisah Rasulullah diatas, sebenarnya qunut nazilah adalah refleksi atau ungkapan keprihatinan, kesedihan yang dibalut dengan berdoa atau meminta kepada Allah, agar bala’ bisa secepatnya diangkat dari umat Islam.
Mengapa harus ikut mendoakan?! Iya harus, karena itu menjadi salah satu “ikatan” antara muslim satu dengan lainnya atau bentuk solidaritas sekaligus solusi, sesuai sabda Nabi yang berbunyi: “seorang muslim dengan muslim lain itu ibarat satu tubuh, bilamana sebagian anggota tubuh kesakitan, maka anggota tubuh lainnya pun merasakan sakit”. Oleh karena itu, doa qunut nazilah itu pun bervariasi, disesuaikan dengan konteks yang terjadi saat itu.
Sebagaimana diketahui, ketika Indonesia dibawah tekanan Belanda, tepatnya 19 Ramadlan 1957 H atau bertepatan 12 November 1938, KH Mahfudz Siddiq menginstrusikan agar membaca doa qunut setiap sholat lima waktu.
Bertepatan saat itu, Palestina juga bergejolak, terjadi peperangan dengan Israel. Lalu seluruh ulama Indonesia menggerakkan qunut nazilah untuk keselamatan Indonesia dan juga Palestina.
Walhasil, Qunut Nazilah adalah salah satu ikhtiar untuk meminta pertolongan kepada Allah agar umat Islam yang terkena musibah dapat bangkit dan terbebas dari penganiayaan. Disamping bentuk solidaritas sesama kaum muslim, qunut nazilah hadir sebagai solusi mengentaskan pelbagai problematika musibah yang menimpa umat Islam.
Bukankah, sesama muslim adalah saudara?! Bahkan Mahatma Ghandi menegaskan: “kita semua adalah saudara dalam kemanusiaan”, dengan artian “siapa pun yang tidak memiliki rasa kemanusiaan, maka dia bukanlah manusia”. (*)