Nuansa Religiusme Ramadan di Tarim Yaman

Tarim merupakan nama suatu daerah terpencil di Hadramaut Yaman. Daerah ini sangat terkenal dengan keilmuan dan kerohaniahannya dibanding kota lainnya di Yaman. Di saat saat Ramadan seperti ini Tarim sepanjang sejarahnya memiliki nuansa Ramadan yang khas yang diwariskan secara turun-temurun yang tidak ditemukan di daerah Yaman lainnya.

Antusiasme masyarakat Tarim dalam menyambut bulan Ramadan sangat tinggi. Hal itu terlihat dari ramainya masjid-masjid pada siang hingga malam hari. Mereka menghidupkan bulan Ramadan dengan membaca Al-Quran, dzikir, shalawat, dan ziarah.

Sementara pelaksaan shalat tarawih di Tarim tidak hanya dilaksanakan dalam satu waktu serentak, namun bergantian secara estafet sejak pukul 19.30 hingga pukul 03.00 di beberapa masjid yang berbeda.
Yang khas dalam nuansa rauhaniyah Ramadan di Tarim setelah melaksanakan shalat tarawih dan witir mereka tidak langsung pulang, akan tetapi mereka tetap duduk untuk bersama-sama melantunkan pujian kepada Rasulullah s.a.w secara bersahutan dengan nada khas Tarim. Pujian ini disebut “Qosidah Fazzaziyah dan Witriyah” suasana terasa semakin syahdu oleh vokalis yang membawakan dengan suara merdu.

Selama pembacaan qosidah terlihat beberapa orang tua yang mengabdikan diri kepada masjid berkeliling membawa “bukhur” (sejenis kemenyan), dan juga Nampak orang orang berbaris memberikan minuman air dingin dan kopi khas Yaman. Sesekali di hari hari tertentu juga berikan air mawar asli untuk pewangi badan juga halawah (manisan) dan “ka’ak” (kue khas Tarim).

Kemudian dilanjutkan pembacaan “Qowafi” yaitu lantunan syair yang berisi nasehat dan pengingat yang dibaca sesuai abjad huruf hijaiyah setiap harinya satu judul huruf hingga akhir bulan Ramadan. Dan diakhiri doa yang ditulis “Al Habib Umar Bin Saqqof Asshofi” doa khusus dibulan Ramadan. Biasanya ritual ini berlangsung selama 40 menitan.

Setelah usai orang orang pun bersegera keluar dari masjid untuk pindah ke masjid lainnya mengerjakan shalat tarawih berikutnya dengan tata cara yang sama hingga akhir Ramadan. Maka tidak diherankan jika disini setiap orang dalam semalam bisa sampek melaksanakan tarawih hingga 100 rakaat. Bagi yang berminat dan memiliki semangat tinggi. Habib umar bin hafidz dan habib salim assyatiri misalnya beliau berdua meskipun berusia senja bisa shalat 60 rakaat dalam semalamnya.

Adapun suasana menjelang sahur biasanya ada dua anak muda yang satu orang menabuh “thosah” (sejenis gendang) yang satunya lagi melantunkan dzikir dengan lantang berjalan di jalanan dan gang-gang membangunkan ibu-ibu untuk menyiapkan santap sahur.

Khotmul Quran Ramadan di Tarim disebut “khotmu Rubu’” sebab khataman ini dilaksanakan setiap 4 empat hari sekali. Diantara masjid yang melaksanakan khotmur rubu’ ini seperti Masjid Al Muhdlar, Masjid Ba’alawi, Masjid Saqqaf, Masjid Wae’l sementara banyak juga masjid yang melakasnakan “Khotmu Sitt” yaitu khataman setiap 6 hari sekali.

Panasnya cuaca Ramadan membuat masjid-masjid menyediakan infrastruktur penunjang agar membuat Yaman ahli ibadah dengan memasang puluhan AC khusus daerah padang pasir dan puluhan kipas angin. Sementara itu kamar mandi juga disiapkan bagi yang ingin berendam mendinginkan badan di kolam mandi yang disebut “Jabiyah”.

Antusiasme ini Tidak hanya dimalam hari bahkan saat shalat dluha dluhur dan asar juga ramai dengan Tilawatul Quran, Dzikir, dan pengajian pengajian majelis taklim yang membacakan kitab kitab Salafus Shalih. Biasanya setiap selesaai majelis taklim para hadirin membaca surat Yasin bersama. Dan di akhiri dengan “Qoshidah Fardiyah” qasidah nasehat yang dibaca oleh satu orang.

Biasanya setelah ashar pada jumat pertama bulan Ramadan seluruh masyarakat dan santri mancanegara yang berada diTarim melaksanakan ziarah ke makam para sahabat dan Waliyulloh di makam “Zambal” dipimpin oleh mufti Tarim dan para ulama Tarim sekalian Hingga menjelang waktu berbuka puasa.

Kemudian peziarah bergegas kemasjid untuk berbuka dengan takjil yang telah disediakan dan dilanjutkan shalat tasbih dan shalat awwabin barulah setelah itu mereka kembali kerumah masing masing.

Pada hari kesembilan diadakan majelis di kediaman Al Imam Haddad dan kediaman keluarga Al Hamid perkumpulan ini lazim disebut “Tsamrotu Tasi’.” Pada acara itu di isi dengan bermacam macam qosidah nasehat.

Pada hari ke sembilan belas di adakan majelis di kediaman kholifatussalaf Al-Habib Alwi Bin Abdulloh Bin Syihabuddin.dalam acara ini berisi ceramah agama dan nasehat lalu qasidah pujian tentang bulan Ramadan sambil menikmati secangkir kopi khas Tarim.

Ada hal menarik juga dikalangan masyarak desa Tarim. Nuansa islami di sini sangat terasa bahkan tidak hanya di dalam masjid melainkan diluar juga. Biasanya sejak tanggal 11 sebelas Ramadan hingga 29 Ramadan sambil berharap datangnya lailatul qodar masyarakat Tarim saling bertukar undangan dengan tetangga dan kerabat untuk bersantap hidangan buka puasa dalam rangka khataman masjid yang ada disekitar rumahnya.

Sementara anak anak kecil laki laki maupun perempuan saling berkunjung kerumah teman bermain mereka saling bergantian menyanyikan lagu lagu anak yang diwariskan para ulama pendahulunya dan lagu lagu tersebut disebut dengan “Khotamy”. Kegemberiraan anak anak itu kemudian bertambah dengan banyak nya hadiah yang diberikan pada mereka oleh tuan rumah tentunya setelah usai dari lantunan lagu itu.

Sementara Khotmul Quran Kubro di masjid dipimpin oleh para ulama. Dan doa yang dibaca yaitu doa khotmul quran milik Imam Ali Zainal Abidin sambil dibagikan air dan kopi. Setelah selesai dilanjutkan doa milik Imam Abil Hirbah. Selanjutnya anak anak kecil yang turut hadir diberikan kesempatan membaca doa “Birrul Walidain” untuk orang tua mereka secara bergantian. Dilanjutkan pembacaan khutbah “QOFF” dan khubah milik salah satu dari Habib Idrus Bin Umar Al Habsyi, Al Habib Hasan Bin Sholih Al Bahr, Habib Abu Bakr Bin Abdurrohman Bin Syihab.

Ketika Ramadan memasuki hari ke 21 Ramadan maka masyarakat, santri dan mahasiswa berduyun duyun hadir ke masjid masjid yang di istimewakan yang ada di Tarim. Keistimewaan masjid yang ada di Tarim tidak ditinjau dari kemegahan bangunannya, akan tetapi ditinjau dari kealiman dan kewalian yang membangun masjidnya meskipun hampir semua masjid disini terbuat dari tanah liat. Diantara masjid masjid tersebut Berikut sebaian perinciannya;

Tanggal 21 Ramadan di Masjid Syeh Abdurrohman Assaqqof dan Masjid Abi Bakr Assakron, Tanggal 23 Ramadan di masjid Al Awwabin milik imam haddad, Tanggal 25 Ramadan Syeh Ali bin Abi Bakr Assakron, Tanggal 27 Ramadan di Masjid Ba’alawi yang dibangun oleh syeh Kholi’ qosam abad ke 5, tanggal 29 Ramadan di Masjid Fenomenal dengan menara tertinggi yang terbuat dari “tanah liat” milik Syeikh Umar Muhdlor dan Masjid Al-Fath milik imam Abdullah bin Alwi Al Haddad.

Menurut pengamatan saya suasana religious Ramadan di Tarim yang diwariskan turun menurun menggabungkan beberapa konsep mahabbah “cinta” yaitu cinta kepada Allah dengan amalan shalat dan puasa, cinta kepada kitab Allah dengan memperbanyak tadarus dan khataman, cinta kepada Rasulullah SAW dengan memperbanyak sholawat, cinta kepada syiar Allah dengan memperbanyak majelis taklim dan dauroh (pesantren Ramadan) bahkan peserta dauroh datang dari amerika, Australia, Inggris, Malaysia, China, dll.

Ini merupakan Ramadan kedua yang saya alami di Tarim sementara Ramadan pertama saya di Kota Mukalla Yaman. Meskipun di Mukalla juga banyak syiar-syiar Ramadan namun religiusme Tarim tidak ada tandingannya. Mungkin salah satu faktornya adalah banyaknya wali-wali Allah dan para ulama sufi yang dijumpai di Tarim. Sebuah nuansa kerohaniahan yang murni mendekatkan diri kepada Allah SWT. (*)

Tarim, 7 Ramadan 1437 H

Moh Nasirul Haq, Mahasiswa Universitas Imam Syafii Yaman.

Terkait

Ziarah Lainnya

SantriNews Network