Sejarah Banser, Barisan Paramiliter Pembela Setia NKRI dan Pengawal Ulama

Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Cholil Yaqut Qoumas memberi arahan kepada Banser di acara Apel Kebangsaan dan Kemah Kamanusiaan, di Lapangan Ragunan, Jakarta, Selasa, 18 April 2017 (santrinews.com/antara)
Jakarta – Dalam sepekan terakhir, sayap paramiliter Nahdlatul Ulama (NU), Barisan Ansor Serbaguna (Banser) kembali mendapatkan sorotan keras dari publik. Pemantiknya, pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid —simbol bendera HTI, ormas terlarang— oleh anggota Banser di Limbangan, Garut, Jawa Barat.
Banser dituding telah melecehkan kalimat tauhid. Buntutnya, Banser didesak untuk segera meminta maaf secara terbuka. Suara desakan agar Banser dibubarkan juga tak kalah keras. Namun, GP Ansor —yang membawahi Banser”” tak bergeming.
Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, bersikukuh tak akan pernah mau meminta maaf. Gus Yaqut hanya meminta maaf karena Banser telah membuat kegaduhan, bukan soal pembakaran bendera tersebut.
Baca: Banser Bakar Bendera HTI, Gus Yaqut: Itu Upaya Menjaga Kalimat Tauhid
Sebab, menurut Gus Yaqut, pembakaran itu sebagai sebagai salah upaya menjaga NKRI. Pasalnya, HTI telah ditetapkan sebagai organisasi terlarang akibat ingin mengganti konsensus nasional dengan ideologi khilafah.
“Selama ini selalu kita lihat Banser ini menjaga dari oknum yang berusaha menggantikan ideologi NKRI dan menjaga ulama kami,” kata Gus Yaqut seraya menegaskan bahwa yang dibakar oleh Banser adalah bendera HTI, bukan bendera tauhid.
Baca: Banser, Sang Penjaga Setia NKRI
Sekretaris Jenderal PBNU H Helmy Faishal Zaini menegaskan, Banser NU memiliki kontribusi yang besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak prakemerdekaan hingga sekarang. Karena itu, menurut dia, desakan pembubaran Banser tergolong mengada-ada.
“Banser ikut mendirikan republik ini. Kalau Banser enggak ikut berjuang, enggak ada republik ini. Banser ini sahamnya besar bagi negara. Banser ini komisaris bangsa,” Helmy menegaskan.
Menurut Helmy, Banser telah ikut berjuang mengusir penjajah dari tanah Indonesia di masa silam. Selain itu, Banser juga turut memberantas paham komunis (PKI) pada 1965-1966 silam.
Bahkan, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menegaskan sampai kaimat Banser tidak akan bubar. “Tidak akan bubar sampai kiamat,” kata Kiai Said Aqil di kantornya, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis, 25 Oktober 2018.
Sejarah Panjang Banser Membela NKRI
Banser adalah badan semi otonom di bawah GP Ansor. GP Ansor berawal dari organisasi Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air) yang berdiri pada 1924. Ansor didirikan oleh KH Abdul Wahab bersama para para kiai dan para pemuda, terutama dari kalangan pesantren.
Organisasi itulah yang kemudian menjadi GP Ansor sekarang. Sebelumnya, organisasi itu sempat dinamai Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO). ANO sendiri baru diterima sebagai bagian pemuda NU setelah mukatamar ke-9, 24 April 1934.
Kelahiran Banser —yang dulu dinamai Banoe (Barisan Ansor Nahdlatul Oelama)— berawal dari ANO Cabang Malang. Banser lalu muncul ke permukaan nasional setelah Kongres II ANO pada 1937 silam.
Menurut Hairus Salim, Banser merupakan salah satu wujud dari tradisi pesantren, di samping tradisi kepesantrenan yang lain.
Banser miliki pengalaman sangat heroik pada masa revolusi ketika masih menjadi barisan Sabilillah dan kesatuan-kesatuan lainnya. Tetapi lembaga itu juga memiliki pengalaman tragis ketika menjadi ujung tombak perlawanan terhadap komunisme (PKI) di tahun 1965-1966.
Pada mulanya Banser memberikan perlindungan yang sangat luas pada masyarakat, terutama yang terkena teror kalangan PKI dengan sangat sangat heroik, tetapi belakangan mendapat penilaian negatif, ketika Banser turut melakukan pembantaian terhadap PKI, sebab dengan langkah tersebut Banser telah terprovokasi kelompok militer untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Inilah yang menjadikan citra Banser menjadi buruk.
Namun demikian, Banser memiliki prestasi yang sangat penting dalam melindungi gerakan pro-demokrasi, kelompok minoritas atau kelompok-kelompok tertindas, juga kelompok musisi yang selama ini mendapat risiko mengalami kerusuhan.
Pada masa Orde Baru ketika para aktivis pro demokrasi banyak mendapat tekanan dari rezim yang berkuasa baik melalui aparat resmi maupun paramiliter yang pro rezim, Banser tampir menjadi pembela terdepan.
Ketika para aktivis mahasiswa yang berdemontrasi menentang Soeharto banyak ditekan, dikejar-kejar dan diintimidasi oleh aparat dan Pam swakarsa maupun kelompok lasykar Islam, maka hanya Banser yang berani menghadapi, sehingga mahasiswa bisa melanjutkan aktivitas mereka.
Demikian juga ketika aktivis perempuan yang mengungkap korupsi seorang pejabat, lalau diteror poleh para preman, maka Banser turun untuk membela, sehingga kembali memperoleh rasa aman. Dengan preaatasi semacam itu maka banser menjadi dewa pelindung di saat negara tidak mampu memberi jaminan keamanan kepada warga negaranya, baik melalui polisi maupun tentara.
Prestasi semacam itu yang membuat kalangan pro lasykar, yang langkah-langkahnya berhasil dicegat oleh Banser, terutama di kalangan para pengamat, menghendaki dibubarkan semua bentuk paramiliter termasuk Banser, apalagi Banser ketika melindungi warga NU yang diteror oleh Jawa Pos melalui beritanya yang memfitnah tokoh-tokoh NU, maka Banser dihujat dan diusulkan untuk dibubarkan. Ironisnaya kelompok prodemokrasi yang dulu dilindungi, kemudian ikut mendorong dibubarkannya Banser, dengan alasan anti kekerasan.
Organisasi Banser memiliki beberapa satuan lainnya yang bergerak di berbagai bidang pengamanan ddan kemasyarakatan. Setiap satuan memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing.
Salah satunya adalah Datasemen Khusus 99 Asmaul Husna (Densus 99) yang bertugas mengamankan berbagai program keagamaan dan sosial kemasyarakat. Densus 99 akan mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk mencegah terjadinya ketidaknyamanan dalam berbagai program.
Selanjutnya ada Satuan Banser Tanggap Bencana (Bagana) yang memiliki spesifikasi tugas terhadap program penggulangan bencana. Selain itu satuin ini juga memiliki tugas membina personelnya.
Satuan Khusus Barisan Ansor Serbaguna Penaggulangan Kebakaran (Balakar), memiliki tugas dan fungsi menangani bencana kebakaran dan membina personelnya.
Selain itu, ada juga Satuan Khusus Banser Lalu Lintas (Balantas) yang bertugas menjaga keamanaan dan kelancaran lalu lintas, Barisan Ansor Serbaguna Husada yang bertugas mengadakan bantuan kemanusiaan di bidang kesehatan, Banser Protokoler (Banser Protokoler) yang bertugas di bidang manajemen acara, dan Barisan Ansor Serbaguna Maritim (Baritim) yang bertugas dalam bidang pengamanan, pemeliharaan, pelestarian, dan konservasi wilayah Maritim NKRI.
Menurut Gus Yaqut, saat ini anggota GP Ansor di seluruh wilayah Indonesia mencapai sekitar 4,7 juta orang. “Baru 4,7 juta dan akan terus bertambah,” paparnya.
Dalam beberapa kesempatan, Gus Yaqut menegaskan, GP Ansor begitupun Banser tetap mendukung dan menjaga konsensus nasional yang terdiri atas NKRI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
“Ansor tidak akan pernah berhenti untuk menjaga Indonesia dari semua gerakan yang mengancam persatuan dan keberagaman Indonesia. Memecah belah umat beragama, merongrong NKRI, dan gerakan yang ingin menegakkan khilafah,” tegasnya. (*)