Pesantren Modern Al Izzah dan Al Azhar, Gresik, Jawa Timur

Pakai Metode ‘Darurat’, Santri Mampu Hafal 30 Juz Hanya 40 Hari

KH Imam Bukhori saat mewisuda santri dan santriwati di Pondok Pesantren Modern Al Izzah di Desa Suci, Kecamatan Manyar, Gresik (santrinews.com/jawapos)

Dua pesantren modern di Menganti dan Manyar, Gresik, Jawa Timur, mengambil peran penting ‘‘menghasilkan’‘ penghafal Alquran. Sebagai pengasuh, KH Imam Bukhori al Habsy Al Ayyubi menargetkan santri hafal 30 juz dalam 40 hari. Metodenya jitu. ——

DARI balik gedung utama Pondok Pesantren Modern Nurul Izzah, Desa Suci, Kecamatan Manyar, Gresik, terdengar suara Alfiatur Rosida. Begitu merdu lantunan ayat-ayat suci Alquran.

Vivi sapaan Alfiatur adalah satu di antara sepuluh penghafal Alquran (hafidzah) di Pesantren Kiai Imam Bukhori tersebut. Cukup 40 hari dia mampu menghafal 6.666 ayat, 114 surat, dalam 30 juz Alquran.

Tahun lalu Vivi terpilih menduduki peringkat ketiga terbaik dalam musabaqah tilawatil Quran (MTQ) tingkat nasional. Dia juga menjadi satu di antara sedikit santri di Indonesia yang mau, mampu, dan berhasil jadi hafidzah.

Metode “Darurat” Tahfidz
‘‘Sekarang tidak sampai 1 persen dari santri di pesantren di Indonesia yang mau hafal Alquran,’‘ ujar Kiai Imam Bukhori. Mengapa? Menurut dia, menghafal ayat-ayat salah satu kitab samawi tersebut biasanya butuh 3-4 tahun. Waktu yang tidak pendek.

Berangkat dari keprihatinan itu, Kiai Imam Bukhori memberikan sumbangsih. Nah, bapak dua anak berusia 51 tahun tersebut mendirikan dua Pesantren modern, yakni Al Izzah di Desa Suci, Kecamatan Manyar, untuk santriwati dan Pesantren Al Azhar di Desa Boteng, Kecamatan Menganti, buat santri putra.

Kini, di dua pesantrennya itu, total ada 120 santri. Usia termuda 7 tahun dan tertua 60 tahun. Santri maupun santriwati yang berhasil lulus sudah mencapai 22 orang.

Dua Pesantren modern itu sama-sama mengembangkan motode belajar menghafal 30 juz Alquran selama 40 hari. ‘‘Saya menciptakan metode itu atas dasar keadaan darurat,’‘ katanya.

Jadi, lanjut alumnus Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, itu, metode menghafal Alquran tersebut diciptakan bukan atas dasar suka atau tidak suka. ‘‘Justru atas dasar duka,’‘ ungkapnya.

Dia melihat fakta bahwa yang mendaftar untuk jadi tahfidz Alquran di pesantren-pesantren tidak sampai 1 persen. Cuma 1-3 orang di antara sekitar 5 ribu orang. Mengapa sampai sebegitu minimnya? Santri beralasan, menghafal Alquran itu sulit. Perlu waktu lama. Anak-anak pun terkesan alergi untuk melakukannya, bahkan sekadar mencobanya.

Hal itu dianggap mengerikan. ‘‘Kalau orang-orang menghafal Alquran meninggal semua, tidak ada penerusnya. Dunia akan cepat kiamat,’‘ papar Kiai Imam Bukhori sambil menyitir salah satu hadis Nabi Muhammad SAW.

Padukan Metode Ilmiah dan Nonilmiah
Tekadnya semakin kuat. Sejak 2011 Kiai Imam Bukhori mencari terobosan baru. Lelaki 51 tahun itu berpikir keras untuk mencari motede baru dalam menghafal Alquran. Empat tahun kemudian, lahirlah program 40 hari hafal Alquran.

Kiai Imam Bukhori mengungkapkan, metode itu diilhami Al Ayyubi, gurunya di Kairo yang menciptakan metode 120 hari. Dia lantas memperpendeknya menjadi 40 hari.

Apa dasar ilmiahnya? Menurut dia, manusia memiliki otak kanan dan otak kiri. Namun, selama ini hanya otak kiri yang lebih banyak difungsikan. ‘‘Otak kanan kurang aktif,’‘ ungkapnya.

Untuk membukanya, ada metode sugesti bagi para santri yang bertekad menghafal Alquran. Sugesti itu diharapkan mampu meningkatkan dan mengoptimalkan daya memori otak kanan.

Hormon di otak kanan naik. ‘‘Ibaratnya, kalau dalam komputer itu semula memori 0,5 GB bisa naik hingga seribu GB,’‘ ucapnya.

Bukan hanya cara ilmiah. Ada pula terobosan ‘‘nonilmiah’‘ yang mendukung. ‘‘Santri saya ajak tirakan khusus,’‘ jelasnya. Misalnya, puasa, salat malam, dan wiridan. Tujuannya, minta pertolongan kepada Allah SWT agar dimudahkan dalam menghafal firman-firman-Nya yang mulia.

Dengan metode ilmiah dan nonilmiah tersebut, daya rekam otak menjadi sangat tajam. Nah, otak yang sudah tajam itu diyakini mampu menghafal 30 juz dalam 40 hari saja.

Analoginya, sebuah pisau tajam mampu mengiris daging 1 kg. Mengirisnya bisa butuh waktu sehari, setengah hari, bahkan bisa 10 detik. ‘‘Kalau biasanya menghafal Alquran butuh 4 tahun, sekarang bisa 40 hari,’‘ tambahnya.

Dalam praktiknya, pengasuh hanya memberikan kisi-kisi bagi santri. Di antaranya, menetapkan waktu belajar 14 jam per hari.

Sisanya, 9 jam, digunakan untuk istirahat, tidur, salat, dan makan. Santri yang menentukan jam belajarnya. ‘‘Sehingga santri merasa nyaman dan menyenangkan,’‘ ucapnya. (*)

Sumber: Jawa Pos

Terkait

PESANTREN Lainnya

SantriNews Network