Ketua Umum Muslimat NU Dipercaya Jadi Menteri Sosial

Khofifah Indar Parawansa di tengah kader Muslimat Nahdlatul Ulama (Abdul Hady JM/SantriNews.com)

Jakarta – Khofifah Indar Parawansa ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo untuk menjabat Menteri Sosial pada Kabinet Kerja periode 2014 – 2019. Jokowi mengumumkan 34 nama kabinetnya di Istana Merdeka, Ahad, 26 Oktober 2014.

Pada Kabinet Indonesia Bersatu II era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 2009-2014, posisi ini dijabat Salim Segaf Al-Jufri. Khofifah lahir pada 19 Mei 1965 di Surabaya.

Khofifah lahir di Surabaya, 19 Mei 1965. Saat ini dia menjabat Ketua Umum Muslimat Nahdaltur Ulama (NU). Posisi itu dia jabat sejak tahun 2000. Dia dua kali mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Timur, yakni pada tahun 20808 dan tahun 2013. Namun rupanya takdir belum berpihak.

Dia menjabat Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada masa kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid dari 26 Oktober 1999 hingga 9 Agustus 2001.

Putri dari pasangan Achmad Ra’i (almarhum) dan Rochmah itu memulai karier organisasi dan politiknya sejak menjadi mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Surabaya tahun 1984-1991 dan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah, Surabaya Tahun 1984-1989. Saat itu, dia memilih masuk sebagai aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Surabaya.

Pada 1987-1988, dia terpilih sebagai Ketua Cabang PMII Surabaya. Tak hanya itu, dia juga menjabat sebagai Ketua Cabang Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Surabaya pada 1987-1989. Kariernya terus menanjak sampai pada 1990, menduduki posisi Ketua Pimpinan Pusat IPPNU.

Khofifah memulai karier politik praktisnya saat menjadi calon anggota legislatif Partai Persatuan Pembangunan. Pada Pemilu 1992, Khofifah terpilih sebagai anggota DPR untuk periode 1992-1997.

Setelah menjadi anggota DPR, janda dari mendiang Indar Parawansa ini juga masih aktif di PMII dengan menjadi Ketua Pengurus Besar pada 1995-1997.

Di masa-masa inilah, karier politik Khofifah di pentas nasional berkibar. Dia tercatat dipercaya menjadi pimpinan Komisi VIII DPR (1995-1997), anggota Komisi II DPR (1997-1998) dari PPP. Pada masa Orde Baru ia mewakili Fraksi Persatuan Pembangunan dan pernah mengkritik Pemilu 1997 karena penuh dengan kecurangan pada saat Sidang Umum MPR 1998 digelar.

Pada sidang tersebut Khofifah mulai dikenal di panggung nasional. Pidatonya mengkritisi pemerintahan saat itu yang dianggap mengekang demokrasi dalam pemilu 1997 sehingga membuat sejumlah anggota MPR terperanjat.

Arus gerakan reformasi menyebabkan runtuhnya Orde Baru di bawah Soeharto. Sejumlah partai politik baru bermunculan, salah satunya adalah Partai Kebangkitan Bangsa. Khofifah memutuskan untuk bergabung ke PKB.

Di partai yang didirikan oleh tokoh-tokoh NU itu, sinar Khofifah semakin terang. Dia mampu menduduki pos-pos penting negara seperti Wakil Ketua DPR (1999), Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa MPR (1999), Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (1999-2001), Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (1999-2001), Ketua Komisi VII DPR (2004-2006), Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa MPR (2004-2006), dan Anggota Komisi VII DPR (2006).

Selain aktivitas organisasi atau politik, Khofifah juga pernah mengenyam pengalaman menjadi staf pengajar di Universitas Islam Taruna Surabaya dan staf pengajar Universitas Wijaya Putera tahun 1989-1990. Pada 1993-1997, Khofifah melanjutkan pendidikan S2 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Jakarta. (ahay)

Terkait

Politik Lainnya

SantriNews Network