Naik Haji, KH Ghazali Ahmadi dan Salam Kiai Sufyan Situbondo ke Sunan Ampel

Kiai Haji Ghazali Ahmadi

Hanya ibadah haji yang meniscayakan pelakunya memiliki dua kemampuan secara sekaligus, yaitu kemampuan fisik jasmani dan kemampuan finansial-mali.

Dengan syarat itu, maka orang yang “sakit” tak diwajibkan berangkat haji. Dan orang yang tak punya bekal atau ongkos juga tak wajib haji.

Hingga pertengahan tahun 80-an, Abah, KH Ghazali Ahmadi, belum berangkat haji. Mungkin Abah ingin berangkat haji berdua dengan ibu saya tapi Abah merasa bekalnya gak cukup kalau berangkat berdua tahun-tahun itu.

Suatu waktu, Abah sowan ke Kiai Sofyan Miftahul Arifin (Sletreng Situbondo). Tiba-tiba dengan suara agak tinggi, Kiai Sofyan dawuh ke Abah saya, “Sampeyan harus berangkat haji tahun ini. Kalau sampeyan gak berangkat tahun ini, Sampeyan ma’shiyat kepada Allah. Sampeyan pernah mampu, tapi Sampeyan tak berangkat”.

Sebelum Abah mengeluhkan tidak adanya uang cash untuk daftar haji tahun itu, Kiai Sofyan dawuh, “Sampeyan sekarang berangkat ziarah ke kuburan Sunan Ampel, Kiai Cholil Bangkalan dan Sayyid Yusuf Talango Sumenep. Sampaikan salam saya kalau Sampeyan disuruh berangkat haji tahun ini”.

Tanpa menunggu lama, Abah berangkat ziarah ke kuburan tiga kekasih Allah tersebut dengan maksud menyampaikan salam Kiai Sofyan. Sebelum duduk mengaji Qur’an, dengan suara agak lantang Abah “nguluk” salam, “Assalamu’alaikum wa rahmatullah. Kanjeng Sunan, ada salam dari Kiai Sufyan Situbondo, saya disuruh berangkat haji tahun ini.”

Berdiri dari duduk usai mengaji di kuburan Sunan Ampel, peristiwa di luar nalar dan perkiraan terjadi: ada rombongan sepuluh bus peziarah dengan pakaian serba putih entah darimana, semuanya “salaman tempel” sama Abah. Manusiawi, dengan riang gembira, dari situ Abah mengantongi banyak uang.

Hal yang sama juga terjadi ketika ziarah ke kuburan Kiai Cholil Bangkalan dan Sayyid Yusuf Talango Sumenep. Setelah menyampaikan salam Kiai Sofyan, maka para peziarah yang entah dari daerah mana saja, semuanya salaman tempel pada Abah.

Uang dari tiga kuburan para wali itu —tak lebih dan tak kurang—, setelah dihitung ternyata cukup untuk daftar haji. Dengan barokahnya Kiai Sofyan ditambah dengan setelah menjual ini itu, maka Alhamdulillah Abah bisa berangkat haji tahun itu juga.

Peristiwa “supra-rasional” seperti ini lazim terjadi dalam dunia tasawuf terutama bagi orang-orang yang memiliki karomah seperti Kiai Sofyan. Walau riil terjadi, sebagian orang yang tak mengalami langsung peristiwa supra-rasional ini tentu akan menolak bahkan mendustakannya. ( بل كذبوا بما لم يحيطوا بعلمه ولما يأتهم تأويله).

Sementara bagi orang yang mengalaminya, maka ini bukan kisah fiksi tapi peristiwa yang nyata terjadi. (*)

Jumat, 23 Juli 2021
Salam,

Abdul Moqsith Ghazali

Terkait

Uswah Lainnya

SantriNews Network