Muhammad Saw yang Mempesona dalam Diba

Data Buku
Judul: Pesona Maulid Diba’; Biografi, Terjemahan, Penjelasan
Pensyarah : Muhammad Nasif
Penerbit : Yogyakarta, Mitra Pustaka & Pustaka Pelajar
Cetakan : I, Agustus 2013
Tebal : 179 halaman
Peresensi : Junaidi Khab
Masyarakat muslim Indonesia memiliki tradisi tersendiri dalam memperingati hari-hari penting. Begitu juga hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. Ia diperingati dengan meriah. Ini sebagai wujud rasa cinta. Lazimnya, peringatan maulid Nabi Saw dengan membaca shalawat barzanji. Yakni terutama pada tanggal 12 bulan Rabi’ul Awal. Tepat pada bulan kelahiran Nabi Saw.
Selain shalawat barzanji, juga ada shalawat burdah dan diba’. Tradisi ini di Indonesia berjalan di lingkungan masyarakat. Namun juga masih terjadi kontroversi dengan tudingan bid’ah yang bisa menyesatkan.
Tradisi membaca shalawat tersebut dilakoni umat Islam cukup antusias. Buku ini menampilkan pesona baru dari tiga jenis bentuk shalawat yang sering disenandungkan umat Islam di Indonesia sebagai bentuk kecintaannya kepada Nabi Muhammad Saw. Diba’ disajikan dengan bentuk lirik bahasa Arab yang berisi biografi dan pujian kepada Nabi Muhammad Saw.
Tiga jenis shalawat maulid tersebut tak lain merupakan bentuk puisi berbahasa Arab. Meskipun shalawat diba’ cukup masyhur, sayangnya amat sulit menemukan kitab syarah (penjelasan). Berbeda dengan shalawat maulid barzanji maupun burdah yang mempunyai cukup banyak syarah.
Namun, para pembaca bisa mendapat syarah maulid Syafarful Anam yang merupakan cikal bakal shalawat diba’, dari sebuah kitab yang memiliki dua judul. Salah satunya, Fath al-Shamad al-Alim fi syarhi maulid ibn Qasim, dan al-Bulugh al-Fauziy libayani Alfad maulid Ibn al-Jauziy, karangan Syaikh Muhammad ibn ‘Umar al-Jawiy (hal. xv).
Kehadiaran buku ini patut diacungi jempol. Sebab, sangat sulit sekali menemukan penjelasan shalawat maulid diba’ dalam buku-buku. Dengan syarah yang digandengkan dalam tiap-tiap bait syairnya, menjamin pembaca dan pecinta shalawat maulid diba’ akan mudah untuk menemukan kandungan maknanya. Sangat jarang sekali masyarakat bisa memahami bahasa Arab, apalagi dalam bentuk untaian syair yang pemaknaannya terkadang perlu kajian yang mendalam.
Dalam bagian kelima dari bait syair diba’ akan dapat dijumpai sejarah Nabi Muhammad Saw. Sejak lahir hingga menjadi nabi dan rasul. Bahkan hingga wafatnya. Bentuk syairnya pun cukup mudah dibaca. “Di punggungnya ada tanda kenabian. Mendung menaunginya. Mendung tunduk padanya.” Kiranya begitu bunyi terjemahannya.
Dalam hal ini, syarahnya menyebutkan bahwa tanda kenabian Muhammad Saw. bisa dilihat di punggungnya. Namun par ulama menyatakan tanda ini berada di antara dua ketiak. Dan sebagian ulama menyatakan bentuknya menyerupai telur burung dara. Di bagian dalam tertulis: “Allah Esa, tiada sekutu bagi-Nya” dan di bagian luar tertulis: “Menghadaplah di mana kau berada, sungguh engkau sosok yang diberi pertolongan”. Pandangan ini sekiranya akan menjadi tambahan wawasan bagi para pecinta shalawat maulid diba’ guna bisa belajar untuk memahami secara dalam dan luas (hal. 20).
Bukan hanya bait syair itu yang memiliki syarah (penjelasan). Namun bait-bait lainnya juga memiliki penjelasan yang sekiranya membingungkan dalam pemehamannya. Sekitar seratus sembilan (109) syarah yang tercatat secara beruntun dalam tiap bait yang perlu diberi penjelasan. Syarah-syarah dan terjemahan yang dicatatkan di dalamnya merupakan bentuk apresiasi dari pakar tafsir bagi umat Islam yang validitasnya cukup mumpuni dan bisa dipertanggung jawabkan. Begitu kiranya sebagian alasan buku mungil ini muncul.
Lain dari itu, kitab maulid diba’ oleh mayoritas ulama’ diyakini sebagai karya seorang ulam besar dan merupakan ahli hadis (muhaddis), yaitu Imam Wajihuddin ‘Abdur Rahman ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn ‘Umar ibn ‘Ali ibn Yusuf ibn Ahmad ibn ‘Umar ad-Diba’ie as-Syaibani al-Yamani az-Zabidiy asy-Syafi’iy.
Imam ad-Diba’iy dilahirkan pada hari Kamis tanggal 4 Muharram 866 H/1461 M di rumah orang tuanya di kota Zabid. Di akhir tahun kelahirannya, sang ayah pergi meninggalkan kota Zabid. Ad-Diba’iy belum pernah sama sekali melihat bagaimana sang ayah. Beliau meninggal dunia pada pagi hari Jumat tanggal 26 Rojab 944 H/1537 M (hal. ix).
Buku ini hadir untuk memberikan kemudahan dalam memahami makna diba’. Selain itu, buku ini adalah salah satu ikhtiar untuk memberikan penjelasan dan catatan mengenai bagaimana sejarah dari shalawat maulid diba’ ini. Meski ulasan sejarahnya sangat singkat, pensyarah berupaya memberikan penejelasan mengenai berbagai istilah dalam prosa-prosanya yang sulit dimengerti. Dengan buku ini, pembaca akan menemukan makna dari syair diba’ itu dengan mudah. (*)
Junaidi Khab, Mahasantri Pesantren Luhur Alhusna, Surabaya.